23.11.17

Those Who Can't Do, Teach (?)

WRONG. Totally wrong. Here's why.

I must say, having a teaching experience is always something else for me. Considering my forever-felt-anxiety strikes every time I take courage to raise my hand, volunteering myself to speak or just having people recognize me, like "hey, I'm exist!" (kind of), well it was just something. And maybe because I'm getting used to this, I now have a good time and starting to enjoy.

Salah satu pemateri di Training for Trainers pra pendidikan BPS; tinta di atas kertas biasa. Original picture by me.
Karena beda loh, maju ke depan, present something, dengan mengajar. Hmm ada persamaannya siih. Misalnya, sama-sama siap pasang badan dihakimi, sama-sama ada ekspektasi dari penontonnya, juga sama-sama butuh persiapan hehe. Kalau ditanya "susah mana", hmm saya pribadi sih menganggap "ngajar" itu lebih susah.

Gini, lho. Ketika presentasi - taro lah, memaparkan topik tertentu pada saat rapat kerja, kita tuh sudah tahu kalau audiens itu tahu apa yang kita paparkan. Maksudnya gini, tidak ada orang yang datang ke sebuah rapat tanpa tahu minimal judul dan garis besar topik rapatnya. Maka tugas si presenter akan lebih mudah dalam mengarahkan dan menyamakan persepsi dengan audiens. Istilahnya tuh kadang mereka datang ke rapat hanya untuk re-konfirmasi atau menanyakan hal-hal yang kurang jelas saja. Apalagi kalau audiens-nya bos-bos, bisa-bisa kamu presentasi hanya untuk dihakimi hehe. Mereka expect kamu tahu dan bisa jawab semua re-konfirmasi yang mereka ajukan. Itu saja!


Image Source.
Lha ngajar? Beda. Audiens seringkali have no clue apa yang akan diajarkan. Makanya tekniknya pun beda. Ketika di presentasi rapat, introduction akan dianggap "bertele-tele", dalam mengajar, introduction akan penting sekali supaya arah topiknya jelas. Istilahnya, ada effort lebih dalam menyamakan persepsi. Itu penting banget supaya topiknya tetap sesuai judul yang diajarkan dan gak melebar ke mana-mana. Penghakiman audiens dalam "ngajar" jauh lebih mengerikan menurut saya. Ini ada kaitannya dengan ekspektasi mereka. Namanya ngajarin orang dewasa tentu si audiens mau pengajar yang jauh jauh lebih expert dibanding mereka. Jadi mereka akan expect si pengajar mampu memberikan hal baru, informasi yang berbeda dan bisa menjawab setiap kebingungan mereka. Hmm. Mengerikan bukan.

Image Source.

Ngomong-ngomong soal itu, minggu kemarin saya berkesempatan mengajar para rekrutan baru (BPS 2017) di perusahaan tempat saya bekerja, sebanyak dua kelas dalam beberapa sesi. Yang diajarkan tentunya mengenai basic HSSE (damn saya udah ter-labelin banget dengan "HSSE" lol), namun agak mengejutkannya karena saya disuruh mengajar di direktorat yang sama sekali asing buat saya hehe. Fyi saya di perusahaan ini dari awal, masuk di Direktorat Pemasaran. Sementara kemarin saya ditugaskan mengajar di Direktorat Hulu. Sangat jauh berbeda!

Sebulan sebelum ngajar ini saya dan calon pemateri lainnya diberikan persiapan berupa Training for Trainers (ToT) dengan mengundang beberapa expert serta para pekerja senior yang sudah biasa mengajar. Menarik sih karena ternyata mengajar anak-anak dan orang dewasa itu jauh beda. Waktu KKN saya pernah ngajar di SD, SMP dan TK. Jujur saja first time ngajar itu cara bicara saya ngawur binti amburadul bagaikan kena sindrom Tourette hahah. Walaupun setelah beberapa kali jadi lancar juga dan ya menarik sih mengajar anak-anak yang masih lugu begitu. Kali ini beda. Pengalaman saya ngajar sejak bekerja mmm palingan ke awak mobil tangki bahan bakar minyak, operator pom bensin, dan beberapa anak magang kuliahan. Kalau anak-anak rekrutan baru, apalagi BPS, wah belum pernah. Makanya jadi menarik banget bukan.

Image Source.
Saya menyanggupi karena jujur saja hampir enam tahun lalu saya masuk di program rekrutmen yang sama di perusahaan ini, dan tahun ini karena program BPS baru dibuka lagi, saya penasaran sih junior-junior saya kayak apa aja. Tapi dasar clumsy, di hari pertama saja sudah ada miss komunikasi dengan panitia BPS haha. Di undangan mengajar tercantum Blue Sky Jakarta, dan beberapa hari sebelum ngajar saya sempat konfirmasi ke salah satu PIC program tersebut, apakah Blue Sky yang dimaksud adalah yang di Cikini? Nah si PIC ini jawabnya, iya yang di Cikini. Tahunya setelah saya nyampe Cikini dengan dramanya (karena bapak Goj*ek bingung jalan ke sananya), eh ada panitia lain yang menelepon dan dia kebingungan kenapa saya belum datang. Saya bilang, saya udah datang dari tadi. Terus dia nanya, Blue Sky mana? Saya jawab, Cikini. Eh ternyata dia bilang harusnya Petamburan. OEMJI.

"Buruan ke Petamburan baaang!". Image Source.
Cikini - Petamburan itu lumayan, bro.... sejam lah katanya. Padahal harusnya 15 menit lagi saya ngajar. Makanya saya sempat hopeless dan minta si panitia mendahulukan pengajar yang lain masuk sebelum saya datang. Untungnya ternyata malah para peserta abis latihan pemadaman api di tempat lain dan belum sampe ke tempat pendidikan. Jadi saya tetap tergopoh-gopoh Goj*ek-an dari Cikini ke Pertamburan sampai pegel-pegel kelamaan di atas jok motor hehe. Alhamdulillah, datang ke sana masih lebih duluan dibanding muridnya. I have a grudge buat orang-orang yang suka telat-telat - jadi apalah saya kalau saya juga telat huhu.

Image Source.
Hari pertama ternyata slide sudah disiapkan dan saya tinggal explore dari situ saja. Sayangnya semua video yang saya siapkan untuk bahan ajar tidak sempat diputar saking banyaknya materi huhu. Semua lancar sih dan saya kagum banget sama anak-anak ini. Kritis dan pinter-pinter. Pas ToT padahal para senior sempet nganggap enteng karena anak-anak baru dianggap kurang kritis dan akan manut-manut saja. Saya pengen banget buktiin kalau itu salah. Gini ya, jaman saya masuk BPS aja (2011 akhir) teman-teman saya luar biasa kritis dan hobby tampil (kecuali saya wkwk) apalagi sekarang. Mungkin karena direktorat hulu kali ya. Makanya mereka ngambil kuliahnya juga di jurusan yang susah-susah haha.

Banyak hal yang menarik yang saya dapat di sini. Banyak juga di antara mereka yang sudah punya pengalaman kerja sebelum di perusahaan ini sehingga bisa jadi ajang pembanding gitu. Yang ex kompetitor juga ada sih haha. Jadi anekdot yang seru ketika dibahas di kelas karena mereka jadi punya label sendiri. Di situ saya jadi keinget sama film Divergent, pas si Tris dan kawannya dimarahin sama Four di ruang Inisiasi,
Will: Nice to meet you too. I’m Will. Erudite.
Christina: Of course you are.
[to Tris]
Christina: No offense, but I’m surprised Abnegation even eats at all. Too selfish, right? No wonder you left.
Will: You gotta be pretty self-confident to be friends with a Candor.
Christina: What is that supposed to mean?
Will: You have no filter. You say the first thing that comes into your head.
Al: Like you’re an idiot?
[they all laugh]
Christina: Nice one, Al. Well, at least we tell the truth.
Will: Erudites can tell the truth cause we have the facts.
Four: I don’t wanna hear about your old factions. You’re Dauntless now.
Kemarin, believe it or not, saya bilang hal yang mirip loh hahah. Abisnya mereka masih bercandain tempat kerja mereka yang lama, dan saya sih ngingetin aja, "'gak peduli kalian dulu di mana, sekarang kalian semua dan saya itu sama, sama-sama kerja di perusahaan ini." Of course saya ngomongnya 'gak pake urat dooong. Kelas saya mah pasti suasanya santai-santai ngantuk gitu wkwk.

Image Source.
Susah juga sih ngajar anak-anak baru. Maksudnya, ekspektasi mereka lagi tinggi-tingginya. Apalagi saya tahu mereka baru pada pulang dari kewiraan, dimana biasanya mereka punya sudut pandang baru (penghalusan kata dari "cuci otak" hehe) tentang perusahaan ini dan jadi cinta banget. Yaiya, disetarakan dengan mencintai negara soalnya. Senangnya, karena banyak sharing-nya itu sih. Saya jadi malah bersyukur banget dikasih kesempatan sharing dengan anak-anak direktorat hulu ini. Ketika mereka ngasih pertanyaan yang "sulit", saya jadi makin yakin bahwa "those who can't do, teach" itu salah banget. Banget.

Buktinya, kalau yang ngajar itu yang 'gak pengalaman di lapangan, mana bisa mereka ngajarin orang dan menjawab ekspektasi mereka? Kalau dibalik juga, untuk hal-hal tertentu seperti pekerjaan, saya lebih seneng dengerin pengalaman orang yang hebat di lapangan dibanding orang yang jago ngomongin teori doang (tapi great speakers are great, too sih). Itu yang nyadarin saya sih bahwa saya juga masih sangat kurang ilmu dan perlu banyak belajar lagi.

Kesempatan ini jadi booster banget, beneran. Lain kali saya harus mempersiapkan diri lebih mateng - no matter what their directorates are. Dan tentunya, ngasih metode ngajar yang kerenan (itu juga kalau ada "lain kali" :P) karenaaaa dengerin orang ngomong, seinteraktif apapun pasti ada titik jemu-nya. Panik juga kalau udah mulai pada spaneng wkwk.

Image Source.
Terakhir, ada rasa haru melihat anak-anak ini (gue bilang "anak-anak" padahal saya sendiri belom sampe sepuluh tahun kerja lol). Ada hal-hal yang harus dikendalikan dari diri ini. Ada beban, kudu jadi "contoh" yang baik, yang berpikir positif, yang jauh dari label "toxic worker", beban mengiklankan perusahaan juga. Ibaratnya, kayak di Devil Wears Prada,
"A million girl would kill for this job" - Irv, to Andy in the elevator.
This job, it is that kind of job. Yah pokoknya, welcome then, para rekrutmen baru. Semoga sharing kita minggu kemarin ada manfaatnya. Kalau saya keselepet lidah ngomong yang kurang bermutu atau kurang bagus, semoga dianggap angin lalu. Perusahaan ini akan jadi tempat kita "hidup" selama minimal 40 jam per minggu. Jadi, bersyukurlah banyak-banyak. Pilihan lain bukannya tidak ada sih. Contohnya, teman-teman yang meninggalkan perusahaan lama untuk masuk ke sini. Itu 'kan sebuah pilihan. Tapi ada hikmahnya kenapa akhirnya Allah menjatuhkan "pilihan" ini sebagai penggantinya, dan membuat temen-temen memutuskan untuk menyambutnya. Manfaatkan selagi masih ada ya. Again. Jangan lupa bersyukur. Hehe.


No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!