3.6.17

Almost Ravenna

Ada yang pernah baca "titik"? Ya, sebuah tulisan semi asal-asalan yang saya buat dua bulan lalu, yang agak-agak semi curhat juga mengingat itu khas banget omongan mbak-mbak twenty something yang sok-sokan kuat padahal galau (apaseh), yang sebenernya saya udah lama banget pengen bahas dan isinya lebih luas dari yang kamu bayangin. That's right. Tentang sebuah kegagalan. Tepatnya, pembenaran terhadap kegagalan. Gak deng, saya gak seneng dengan kata "gagal". Saya bilang, sebuah ketentuan-yang-gak-persis-harapan-tapi-paling-baik-menurutNya-namun-belum-kita-mengerti-artinya. Such a phrase, ryt!

Tentang LPDP.
Selfie. That eerie portrait I drew to capture my feeling that day lol. Illustration by me. Watercolor and Ink on Regular Paper.

Ya gua pernah ikutan LPDP lohh btw. Dan misalkan elo search "LPDP" di Google pun, akan ke luar banyak bacaan, banyak yang bahas, baik yang berhasil maupun yang belum. IDK, perhaps LPDP is popular among bloggers? So walaupun saya tahu di luar sana banyaaaakk banget yang bahas ini, saya tetep akan bahas karena saya blogger, dan saya pernah ngomong kemarenan:
"That's right, successful or not, I'll be still own something to write on my blog".
Dan bener aja! That "not" was happened.

Rasanya sedih banget at the moment. Karena saya kayak udah merencanakan ini sejak lamaaaa banget. Sejak penghujung 2015 kali ya hehe. Butuh berbulan-bulan untuk saya berhenti menapakuri hal tersebut. What's wrong about me? Why did I fail? Something like that. I must say, something that a snobbish would say and I've said them a lot. Bukan gak terima sih, cuman kayak, self-esteem saya tuh pernah jatoh banget gara-gara ini. Well, kini gue nyesel sih udah mikir begituan. Gue lupaaa banget ada hal-hal kayak gue bilang di atas, hal-hal yang gak bisa kita kontrol seenak jidat, yakni ada ketentuan-yang-gak-persis-harapan-tapi-paling-baik-menurutNya-namun-belum-kita-mengerti-artinya. That Higher power. Ini salah satunya.

Disclaimer: buat temen-temen yang tersasar ke blog ini karena pengen tahu soal LPDP secara detail, my apologize, mendingan skip deh, karena saya gak akan cerita "how to" dan semacamnya. You know the result.



Saya kemarin ikut seleksi yang Batch IV 2016. Sekitar Juni saya udah daftar, lalu saya lupain (karena kesibukan kerjaan) sampai kira-kira awal Oktober, saya lagi cuti agak lama dan saya pun daftar. Butuh persiapan yang panjang sih terutama buat nyariin hal-hal kayak hasil test TPA (saya udah daftar TPA dan tinggal ikutan test-nya aja tanggal 18 Oktober 2016), SKCK yang sempet kesusahan karena banyak hal, dan juga surat keterangan sehat yang tadinya saya cuek aja pake dari RS swasta - padahal harus dari RSUD pemerintah.

Surat rekomendasi atasan saya dapatkan di last minute karena saya agak bandel nih, awalnya saya gak bilang ke atasan kalau saya mau ikutan LPDP wkwk - you know, saya ngerasa ini agak pribadi dan keputusan saya ikutan LPDP ini gak ada hubungannya dengan perusahaan saya kerja. So seminggu itu saya pake betul-betul buat nyiapin semua ini. Bikin essay yang udah berapa minggu gak kelar, terpaksa selesai dengan pontang-panting-nya hehe. Alhamdulillah I have great friends yang pengalaman soal LPDP dan beasiswa lainnya, yang gak pelit bagi ilmu bikin essay.

Hectic, teringat jaman skripsian ngejer-ngejer dosen supaya bisa lulus tepat waktu (agak humble brag lol) but it was really fun. Ditambah ibu-bapak juga ikutan excited, like, kalau gue dapet ini, mungkin gue akan stay di Bandung yang notabene deket dengan mereka.

Skrinsut Form Daftar saya.
Saya merasa beruntung banget karena saya daftar di hari terakhir batas pendaftaran (14 Oktober 2016) yang mana menurut info, banyak pendaftar lain yang fail di sini karena web-nya crashed kebanyakan traffic (IDK, gue gak paham soal web-web-an). Cuti tersebut bisa dibilang dedicated buat LPDP. Step 1 terlalui dengan lancar alhamdulillah.

Nah tanggal 27 Oktober-nya adalah pengumuman kelulusan seleksi administrasi. Sempet panik karena seharian itu saya gak dapet email kelulusan. Lagi-lagi webnya sempet error dan akhirnya saya baru tau saya lulus sehari setelahnya. Beberapa hari kemudian saya dapat jadwal seleksi substansi selama tiga hari full. TIGA HARI FULL di Jakarta. Hari kerja. So tanggal 28 s.d. 30 Nopember 2016 terpaksa saya cuti lagi. Jadwalnya sudah mencakup LGD (Leaderless Group Discussion), Essay On The Spot (EOTS), Interview sama Daftar Ulang dan semua di hari yang berbeda. Yang lain sih ada yang dapat dua hari atau satu hari bahkan. Btw di kantor baru aja ada pergantian atasan sehingga saya kudu mengulang segala macam obrolan mengenai LPDP ini ke atasan saya yang baru. Alhamdulillah saya diizinin.

Source.
Saya masuk ke grup Telegram-nya LPDP Batch IV 2016 (warbyasak, siapa sih yang inisiatif bikin ginian hehe) dan dapat banyakkk banget insight. Terkagum-kagum banget sama peserta grup itu. Kegiatannya gak sekedar bagi info dan saling sharing doang tapi ada juga live debat. Saya baru tau ada debat di Telegram dan ada moderatornya segala. Well, saya lebih banyak jadi silent reader sih karena ternyata beberapa dari mereka sempet kopdar dan ngadain latihan LGD live. Keren gak siih. Saya cuma pin pesan yang bagi saya penting sih misalnya kesimpulan LGD-nya. Jujur saya gak banyak tau isu terkini, gak banyak nyimak berita, gak pernah nonton TV (saya nyesel sih kenapa saya tau kasus ATT tapi gak tau ada Saber Pungli misalnya wkwk), so menyimak grup tersebut menjadi sangat menguntungkan. Makasih ya yang buat grup!

Karena lokasi test ada di STAN daerah Bintaro, saya pun nginep di daerah situ. Btw kayaknya tiga hari itu adalah tiga hari terpanjang dalam hidup saya (sampai sekarang sih haha) karena saya gelisah banget, susah tidur - makan - minum - bernapas (ya, lebay). Intinya, saya nervous banget! Ini rasanya beda kayak wawancara kerja. Ya lo tau sendiri masa-masa cari kerja saya tuh tahun 2010-2011 dan itu kan udah lama banget. Udah lupa. Tapi nervous-nya beda. Too scary to explain. Gak tau kenapa. Saya sempetin ketemuan sama Teh Pradanti, yang punya banyak info tentang LPDP dan lebih rajin baca dari saya (hehe) - btw doi kan pernah beasiswa S2 ke luar so jelas doi pernah ngalamin yang gini-gini. Beban lumayan terangkat dengan sharing thanks to her. Gini kali ya, when you overexcited about something you dying want. That was too much.

Source.
Tapi tiga hari itu berhasil dilalui dengan pede-pede aja sih. Nervous awalnya aja karena sumpah, pas di TKP tuh rasanya seru-seru aja. Bahkan saya jadi dapat banyak temen baru. Fun fact, kayaknya orang-orang gatau gue setua apa karena mereka yang notabene banyak fresh graduate-an gitu manggil saya tanpa "mbak" atau "bu" wkwk.

Begitulah. Saya gak terlalu mikirin gimana-gimananya setelah itu. Pasrah aja deh intinya. In my prayer I used to tell Him, I would do anything in exchange of this. Saya menyerahkan semuanya, tapi jika boleh, saya ingin lulus. Jika baik, saya ingin lulus. Dan ada beberapa hidden agenda yang saya gak bisa ceritain di sini kenapa lulus LPDP ini menjadi sangat urgent bagi saya saat itu hehe.

Singkat cerita, drama itu mencapai puncaknya di 9 Desember 2016. That BIG NO has finally arrived into my email dengan dramanya. Sore sebelum pulang kantor, email tersebut datang. Saya diem aja karena subject emailnya gak main-main: INFORMASI KETIDAKLULUSAN blablabla. Saya udah gak inget lagi kata-kata setelahnya. Gak lulus cuyy! Gak tahan saya langsung nelepon Azizah, temen saya yang udah duluan dapet LPDP ke NZ. Tapi kata-kata saya gak bisa dimengerti karena saya neleponnya sambil nangis bombay wkwk. Terus saya buru-buru pulang deh ke kosan, mau nerusin nangisnya.


Nangis banyak banget deh seminggu setelah itu. Like, really sad. As if my self-esteem was depend on this. Ini sebenernya agak-agak masalah pribadi sih. You know ada orang yang pernah direndahin banget bangeeeet banget banget sampe mikir, dapetin LPDP adalah salah satu cara supaya dia bisa merasa keren lagi. Orang itu adalah saya.

That moment, that "I wanna feel good about myself again" was like, crushed and burnt.

Orang lain bisa, kok saya enggak yaa? Nanti orang tua saya gimana? Terus saya kudu bertahan di sini lagi, gitu? Belum lagi, apa kata orang kalau saya gak lolos? Semacam itu. Like I said, the snobbish words were flooding my mind. Almost kufur. Na'udzubillah.

.
.
.

Familiar sama Ravenna di Snow White?

She keeps staring at the magic mirror, asking religiously "who's the fairest of them all?". Yet she never satisfies.

Source.
Ternyata ada sisi Ravenna dalam diri saya lol. Jangan-jangan kamu juga?

.
.
.

Long story short, karena sibuk, singkat kata setelah beberapa minggu saya akhirnya lupa sama peristiwa itu hehe. Padahal kayaknya kalau waktu itu saya langsung angkat ke blog, bakalan dapet banget emosinya. Cuman bakalan emosi doang, kagak ada pelajarannya. Hari ini tiba-tiba saya pengen bahas karena yah, saya udah melakukan analisis sedikit. Di luar fakta bahwa nilai saya gak tembus passing grade kelulusan LPDP (dan saya milih PTN dalam negeri - another fun fact, saya dulu pengen banget kuliah di sini tapi sampai sekarang belum jodoh aja hihi), ada beberapa cacat non teknis yang saya temukan tentang kenapa saya gak lolos:

1. Niat
That hidden agenda. How to explain ya. Boleh gak sih saya bilang, bahwa semua orang punya habitat masing-masing dan ketika dia gak mampu bertahan atau beradaptasi di habitat yang sekarang, maka dia perlu migrasi? Ini adalah salah satu contoh usaha migrasi ahaha. Dan niat pribadi yang saya sebut di atas: only to feel good again. Penting kah niatan kayak gini? Uhm...

2. Ridho Orang Tua
Beberapa minggu kemudian ternyata ketahuan bahwa ortu saya belum sepenuhnya ridho dengan keputusan tersebut. Bukan salah mereka. Saya aja yang kurang pandai membujuk, kurang jago me-lobby, atau mungkin, kurang lengkap memberikan informasi kenapa saya harus ikutan ini. Saya emang bandel dan keras kepala, tapi membangkang ke orang tua tuh big NO deh. Semoga dijauhkan dari dosa semacam itu. Well ketika tau kenyataan tersebut, yah yaudah deh gimana lagi memang ridho Allah kan tergantung ridho orang tua. Sedikit pun saya gak pernah meragukan dukungan ortu saya btw. They are always supportive jika memang baik. But this, this one was full of miss communication and miss conception. I was sad more because of this - tanpa sadar saya udah melukai mereka. Itu gak banget bukan? :(

3. Do'a
Terlalu banyak bargaining. Kenapa kita berdo'a? Untuk bargaining dengan-Nya. But should be with the most humble way. Do'a saya, semacam, "Ya Allah, this or that". That was my biggest mistake. Mendikte-Nya. So Allah mengingatkan saya melalui ini. Saya sadar, do'a saya berangkat dari niat yang gak tulus, bukan murni karena ingin belajar atau pengen dapet beasiswa. Saya egois. Semua berangkat dari keinginan pribadi yang enggak banget. Berapa banyak orang yang berdo'a lebih banyak, lebih tulus, dengan niatan yang betul-betul ingin mencari ilmu? Saya pasti kalah oleh orang-orang itu.
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS 07:55).
4. Effort
Malu banget kalau bahas effort. Lihat grup Telegram dimana semua orang begitu semangat begitu sungguh-sungguh usaha, sementara saya gini-gini aja, hmmmm saya baru tau saya belum pantes, masih jauuuh banget dari mereka. Ini kali yang menyebabkan nilai saya masih kurang. Saya kurang persiapan. Kurang usaha. Terlalu ngeremehin. Look at those 60 thousands applicants. Adakah usahaku sudah melampaui 4000-an dari mereka?

Source.
Begitulah. Analisisnya cuma empat poin yang utama, aslinya banyaaak banget faktor yang bikin saya belum dapetin ini. Tapi nomor satu itu krusial sih. Niat adalah fondasi amal, bukan? Setitik kesombongan akan merusak semuanya. Saya sombong? Sering.

Maka dari itu, saya rasa, Dia menegur saya keras sekali, supaya tidak meremehkan do'a, tidak sombong, dan tidak berusaha menjadi sombong. Ah orang lain mah enggak gitu kali ya, tapi saya, beberapa titik di kepala dan hati saya sudah ternoda oleh bayangan terlalu positif bahwa saya akan lulus. Kalau lulus, saya tak perlu malu. That's the arrogance.

You know, that "I wanna feel good about myself again" is indeed a poison. What happen after you feel good about yourself exactly? Maybe you're going to be way more arrogant than today. Akhirnya saya bisa bilang. Rendah diri itu gak baik. Tapi sombong bukanlah penawarnya. Jangan jadi Ravenna, deh. Itu menyedihkan. Tetaplah rendah hati. Susah sih. Tapi semoga Allah ridha.
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (QS 25:63).
Btw saya sempet mikir jangan-jangan postingan ini bisa bikin saya di-black list dari LPDP? Karena saya masih punya satu kesempatan lagi hehe. Insya Allah, jika ada kesempatan, jika memungkinkan, jika dan banyak jika lainnya, kalau Ravenna udah ninggalin saya mungkin saya mau daftar lagi hahaha. Semoga saya gak di-black list :P.


*mau bilang self reminder tapi ya udah lah, cmiiw yak, semoga yang baca bisa menemukan sesuatu yang baik dari tulisan ini hehe*

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!