Sering saya berpikir, hutang saya pasti banyak sekali. Saya hidup sudah di ambang tiga puluhan. Pasti selama itu, teringat atau tidak, dan sengaja atau tidak, pernah saya berhutang pada orang lain. Yang kecil-kecil seperti jajan. Atau bisa jadi yang besar-besar seperti, well, hutang budi. (Yang ke dua ini hitung-hitungannya lebih susah).
Kebiasaan kita yang suka gampang banget bilang, “eh tolong bayarin dulu, 'gak ada uang kecil”. Kemudian besokannya lupa. Itu adalah kebiasaan yang tidak elok. Mengapa? Sedikit demi sedikit, lama-lama membukit. Kata orang sih begitu. Demikian juga hutang yang cuma “latte factor”. Saya merasakan ini banyak terjadi pas saya malah sudah bekerja. Waktu sekolah dan kuliah sepertinya tidak (kalau tidak lupa; dan kecuali hutang pulsa darurat - yang biasanya keesokan harinya saya bayar langsung). Karena zaman kuliah, semua terawasi oleh ibu.
Hasil latihan gambar dengan pensil warna. Gambar aslinya kecil sehingga agak kabur. |
Setelah dewasa, semua tak terhindarkan. Ya tidak apa sih, selama ingat dan selama berniat bayar. Selama ada umur juga. Cuma yaa... suka lupa tadi karena sedikit-sedikit yang terhutang. Makanya ketika resign kemarin, walaupun kesannya basa-basi (ha-ha), saya bilang di email perpisahannya, “kalau ada hutang yang belum tertunaikan, mohon diikhlaskan atau diingatkan supaya bisa terbayarkan”. Entah hutang kerjaan sih ya! Yang besar-besar sudah selesai. Yang kecil-kecil? Saya lupa. Sekecil, “mbak tolong kerjakan itu”. Terus karena tidak terlalu penting maka saya iya-iya saja.
Wah. Banyak juga ya.