14.6.24

Cerita Ibu-ibu Anak Dua Nyiapin Diri Buat LPDP Edisi 2024

Sebelumnya, disclaimer dulu, ya. Seperti saya ceritakan di tulisan sebelumnya, sebenarnya saya bukan awardee LPDP. Namun saya pernah melewati tahapan seleksi-seleksi awal beasiswa tersebut sebanyak dua kali di periode yang berbeda. Yakni 2016 dan 2024. Sayangnya, saya tidak berhasil melewati tahap wawancara di kedua seleksi tersebut.

Di tahun 2024, tahapan-tahapan awal dimaksud adalah:

  • Seleksi Administrasi - Berkas-berkas Pendaftaran
  • Seleksi Bakat Skolastik (TBS) - Mirip Tes Potensi Akademik (TPA)

Kedua tahap di atas tentunya tidak kalah penting. Jadi di sini saya mau berbagi sedikit mengenai hal-hal yang perlu disiapkan untuk tembus seleksi-seleksi awal LPDP. Khususnya untuk ibu-ibu yang masih punya anak balita (karena kemarin saya mencari-cari ini dan sulit banget nyarinya) dan lama tidak berada di bangku kuliah atau bekerja. Here we go.

1

Membaca dan Memahami Informasi dengan Seksama

Dalam satu tahun, biasanya ada dua periode LPDP yang pendaftarannya dimulai pada bulan Januari dan Juni. Sambil menunggu pendaftaran dibuka, Buibu bisa mulai dengan baca-baca booklet periode sebelumnya yang tersedia di situs utama LPDP secara seksama. Semua informasi yang berkaitan dengan tahapan LPDP, tertera di sana. Mulai dari persyaratan, tahapan, peraturan, juga daftar kampus tujuan baik dalam negeri maupun luar negeri

 

Berikut beberapa berkas yang penting untuk di-scan untuk mendaftar LPDP:

  • Sertifikat kemampuan bahasa Inggris (TOEFL ITP, TOEFL iBT, PTE, Duolingo, IELTS) - ini biasanya berbeda kebutuhannya antara kampus dalam negeri dengan luar negeri. Catat skor minimum yang diperlukan. Pastikan penyelenggara tes telah terafiliasi dengan ETS. Misalnya bisa dilihat di sini. Berlaku dua tahun.
  • Surat rekomendasi dari tokoh atau dosen. Ini ada formatnya, kok. Cek di booklet LPDP.
  • Pas foto.
  • Ijazah S1 berikut transkripnya.
  • KTP

2

Menentukan Kampus Pilihan

Dalam melamar beasiswa LPDP, terdapat dua jalur yang dapat dipilih. Yakni dengan LoA (Letter of Acceptance) Unconditional, atau non LoA. Jika mendaftar dengan LoA, tentunya kita harus sudah diterima di kampus tujuan sebelum mendaftar beasiswa LPDP. Pelamar jalur ini dapat melewati tahapan seleksi bakat skolastik yang konon soal-soalnya lumayan menguras waktu dan otak (he-he). Namun, hati-hati agar jangan sampai salah pilih kampus. Saya hampir mengalami ini. Jadi di periode-periode sebelumnya, kampus tersebut ditulis sebagai kampus tujuan LPDP. Namun ketika saya mendaftar. ternyata kampus tersebut menghilang dari daftar tersebut. Nah baiknya, cari aman saja. Misalnya, mendaftar di kampus yang sudah pasti bakal jadi tujuan LPDP. Harvard, MIT, Cambridge, UI, UGM, ITB misal.

 

Jika mendaftar melalui jalur non LoA, juga tidak apa-apa. Malah bisa jadi lebih aman sepanjang kita melamar ke universitas yang sudah diajukan pada saat mendaftar LPDP. Biasanya LPDP akan memperbolehkan kita untuk memilih tiga kampus (boleh diisi sama atau berbeda) dengan jurusan serumpun. Nantinya, jika sudah dinyatakan lulus LPDP, kita akan diberi waktu selama 18 bulan untuk mendaftar dan lulus di kampus idaman.

Untuk menentukan kampus idaman sendiri, agak susah-susah gampang. Jika sudah jelas akan memilih jurusan yang linear/selaras dengan S1, pastinya aman-aman saja. Kita hanya perlu menemukan alasan terbaik mengapa kita harus kuliah S2 di kampus tersebut. Karena hal ini juga bakal ditanyakan pada saat wawancara. Contoh, ada tiga kampus yang menyediakan jurusan ilmu X yakni universitas A, B dan C. Kita akan ditanya kenapa memilih kampus A dibanding kampus B atau C. Maka baiknya kita membuat daftar kurikulum, silabus, jumlah SKS, bahkan kalau bisa, kumpulan judul-judul tesis yang pernah dibuat di jurusan tersebut untuk dapat ditelaah dan dipilih. Juga daftar dosennya. Supaya makin yakin dan kali aja butuh surat rekomendasi dari dosen tersebut.

Jika punya kenalan alumni atau yang sedang kuliah di jurusan tersebut sih, lebih baik lagi. Tanya-tanya saja.

3

Membuat Jadwal

Ini penting banget, sih. Karena, berkas yang dibutuhkan walau tidak banyak, tapi cukup menguras waktu. Catat tanggal-tanggal penting seputar pendaftaran, seleksi, dan tes-tes yang menunjang. Jika nilai bahasa Inggris kita misalnya belum memenuhi target, penting juga untuk mencari mock up test, prediction atau semacamnya sebelum mengambil tes yang sebenarnya. Agar ada bayangan juga, kira-kira kita perlu waktu berapa lama, latihan berapa kali, sebelum mendapatkan hasil yang diperlukan.


Petakan di Google Sheet juga boleh banget. Jadi kelihatan gitu. Berikut jadwal-jadwal yang biasanya penting dicatat:

  • Periode pendaftaran dan tahapan seleksi LPDP.
  • Periode pendaftaran dan seleksi kampus.
  • Tanggal-tanggal penting berkaitan dengan mock up test yang diperlukan.

4

Alokasikan Waktu dan Pemikiran Khusus untuk Essay

Saya jadi ingat. Saya mengerjakan essay setiap anak sedang lelap. Terutama di waktu-waktu dini hari. Tapi tentu saja perlu tidur dulu biar otak rada fresh. Berbeda dengan tahun 2016 saat saya membuat 3 essay, 2024 ini ternyata hanya diminta membuat satu essay. Jumlah kata-katanya minimal 1.500. Di dalamnya harus memuat rencana pasca studi, komitmen kembali ke Indonesia dan rencana kontribusi. Bedah ketiga topik tersebut agar sinergis satu sama lainnya. Jadi kalau dibaca tuh, mengalir, gitu. Tuliskan kerangkanya jika bingung. Kalau perlu, gunakan jasa editor/proof reader terutama untuk Ibu-ibu yang menulis dalam bahasa Inggris.

Katanya bisa pakai ChatGPT juga, sih. Tentunya nanti dipoles sana-sini agar gaya tulisannya jadi "kita banget". Tapi saya sih tidak merekomendasikan ini, ya. Simply karena saya awam banget soal AI.

5

Menyalin Daftar Pertanyaan dari Situs LPDP

Saya amat menyarankan agar semua pertanyaan terkait konsep diri/kepribadian yang nanti diisi langsung di situs LPDP ini, dipindahkan ke Google Sheet. Konsepkan isinya dengan baik di sana sebelum kita salin dan tempel ke situs saat mendaftar. Mengapa? Karena, ada waktu maksimum untuk kita stay logged in di situs ini. Setelah beberapa menit, biasanya kita akan logged out secara otomatis dan semua isian di kolom pendaftaran menghilang kembali. Jadi baiknya jangan gunakan waktu "berpikir" sambil menuliskan jawaban di situs langsung. Mendingan copy paste aja dari Google Sheet yang sudah kita siapkan.

Begitu juga dengan daftar prestasi dan riwayat sekolah/pendidikan yang relevan. Ini butuh waktu sendiri, sih. Terutama buat yang seumuran saya yang sudah lama banget lulus kuliah dan resign dari kerja formal.

6

Ikut Support Group

Ini juga penting, sih. Sekarang banyak sekali grup telegram, info di media sosial (misalnya Instagram) yang isinya adalah diskusi seputar LPDP. Kita bisa ikut menyimak dan bertanya jika ada yang masih membuat bingung. Walau sebenarnya, semua sudah jelas di booklet LPDP. Dan juga ada ringkasan info-info penting, jadwal mock up wawancara, bahkan FAQ yang sering ditanyakan di wawancara semua sudah tertera di grup tersebut.



Ini klise tapi.. jangan malas membaca!

7

Latihan Tes Bakat Skolastik

Dari tahun ke tahun, passing grade (nilai minimal kelulusan) TBS ini berubah-ubah. Sebenarnya tidak perlu terlalu pusing karena target kita bukanlah mendapatkan nilai sempurna, namun cukup untuk melewati passing grade ini. Sayangnya, nilai ini bergantung pada mayoritas nilai TBS di periode tes. Jadi yah belajar aja, sih. Dari mana? Banyak! Dari buku TPA Bappenas, bisa. Dari soal-soal yang tertera di support group LPDP juga bisa. Atau main ke Youtube, deh. Ada banyak pembahasan soal seperti ini dan biasanya cukup komplit.

Nilai akhirnya nanti bersifat kumulatif dari 3 tes yang ada: wawasan bahasa, logika dan matematika. Serta beberapa soal kepribadian yang entah bagaimana menilainya. Maksimalkan menjawab soal yang kita sudah yakin bisa. Misal kita jago nih di bidang bahasa dan logika, tapi kurang di matematika. Tidak apa-apa. Banyakin latihan matematikanya saja tapi ketika tes, utamakan menjawab bahasa dan logika dulu. I know, menjawab soal-soal matematika itu butuh waktu lama soalnya, he-he. Agak lebih sulit dibanding TPA. Ada aljabar, deret dsb. Sementara, waktu untuk menjawab TBS lumayan singkat. Kuncinya tetap: latihan.

8

Maksimalkan Ikut Mock Up Wawancara

Sekali lagi, saya tidak lolos di tahap wawancara. Satu hal yang saya ingat, saya tidak pernah ikut mock up. Padahal menurut saya, ini penting. Yang ditanyakan saat wawancara setiap periode ternyata tidak banyak yang berubah. Bagaimana jawaban kita "teguh" dan meyakinkan, itu yang dilatih pada saat mock up. Yang bertindak adalah mentor yang merupakan awardee LPDP periode sebelumnya. Btw mock up ini ada yang berbayar dan ada yang gratis. Kalau untuk yang gratis, bisa simak secara pasif di Youtube. Banyak banget. Atau pantengin support group LPDP di Telegram. Mereka suka dadakan ngasih jadwal soalnya. Kudu komitmen banget kalau mau ikutan.

 

Dan satu lagi, wawancara ini bisa berlangsung dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Sebaiknya, siapkan keduanya. Oh iya. Wawancaranya daring, ya. Usahakan koneksi internet kita memadai.

9

Rencana Jika Lulus dan Jika Belum Lulus

Penting banget mempersiapkan hal-hal teknis yang akan diperlukan manakala kita lulus. Contohnya, jika kita masih punya anak yang perlu pengasuhan intensif (balita? bayi? ABK?) maka perlu dipikirkan bagaimana mereka akan ditangani nanti.

  • Apakah diasuh nenek/kakeknya?
  • Apakah bisa sewaktu-waktu dibawa ke kampus?
  • Apakah bisa disekolahkan secara full day?
  • Apakah dimasukkan ke day care?
  • Apakah ada nanny yang bisa dipercaya?
  • Apakah suami bisa menjaga anak-anak (misal jika suami kerjanya fleksibel)?
  • Dsb.

Buatlah daftarnya sesegera mungkin. Ini penting dilakukan sebelum kita yakin mendaftar LPDP. Biar hati tenang dan makin optimis dalam setiap prosesnya. Begitu pun dalam mempersiapkan finansial. Walau kuliah kita gratis, LPDP 'kan tidak meng-cover biaya day care, sekolah atau perintilan non studi untuk keluarga. Maka, pikirkan dan diskusikan ini sampai matang bersama pasangan/keluarga.

Lalu bagaimana jika ternyata belum lulus?

10

Evaluasi dan Tawakkal

Ikhtiar sudah, selalu tawakkal selipkan di setiap prosesnya. Kita tahu kita ingin banget lulus. Dengan segala persiapan dan latihan, tentunya optimis itu penting. But we need back up plans if bad things happened (like mine). Santai aja.. sekarang ikutan LPDP bisa berkali-kali (dulu mah cuma 2 kali). Saya menemukan ada yang hingga 7 kali wawancara baru lulus. Ya tidak apa, bukan? Yang penting usianya masih masuk. Karena lini masa orang-orang beda-beda.

Tentu saja sambil evaluasi juga. Kira-kira apa yang kurang baik, apa yang perlu ditingkatkan. Apa yang perlu dimatangkan. Kalau mau diskusi dengan awardee yang sudah duluan dapet juga bisa banget. Banyak awardee yang baik banget, lo mau jawab-jawabin hal seperti ini. Kalau saya, saya merasa terbata-bata sekali pada saat wawancara berbahasa Inggris. Jujur saja, nilai TOEFL saya lumayan bagus. Tetapi saat disuruh ngobrol, wah, langsung gelagapan. Itu salah satu yang kelihatan. Sisanya? Siapa yang tahu, kecuali interviewer.

Omong-omong soal persiapan teknis non studi, ada cerita yang menarik, nih. Sehari setelah saya menjalani wawancara, saya baru sadar bahwa saya belum survey day care untuk anak kedua saya yang usianya baru 2 tahun! Like, kalau anak pertama sih, insyaAllah aman karena sudah usianya sekolah dan sudah banyak hal yang ia kerjakan sendiri. Tapi yang kecil? Bahkan disapih pun, belum. Wah kelabakan, 'kan. Lalu ternyata setelah berkeliling ke mana-mana di sekitar tempat tinggal, saya tidak menemukan day care yang menurut saya akan optimal dan bisa saya percayai untuk mengurus anak-anak saya. Ini sempat membuat saya stress banget sebagai seorang ibu dua anak.

(Sisi baiknya, saya ternyata tidak lulus LPDP. Jadi urusan day care ini akhirnya bisa dibatalkan. He-he.)


 

Jadi begitulah ya, Ibu-ibu. Jangan lupa, support dari keluarga itu penting banget di samping menyiapkan diri agar tangguh dan, yah, apapun yang terjadi, it won't make you more or less. Ibu tetap spesial dan tetap keren, kok. Kita bergerak ke goals lainnya, ya, Bu, jika belum rejeki. Beasiswa bukan hanya LPDP, kan yah. Dan jangan pernah merasa pesimis gara-gara kondisi (ibu-ibu, punya anak, dsb) atau usia. Karena belajar mah, hak buat semuanya. InsyaAllah, kalau sudah rejeki, adaa aja jalannya untuk sekolah lagi. Saya pun amat menantikan ini. Kita bareng-bareng usaha dan berdo'a, ya, Buibu.

And that's all! Hope it helps.

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!