Ternyata sudah hampir dua bulan saya menganggur tidak bekerja kantoran. Tapi lupakan semua itu karena kali ini saya lagi tidak mau bahas yang kayak gitu - belum bisa menjelaskan kesannya sih karena sebulan pertama saya sakit habis operasi sesuatu. Jadi belom full-full amat jadi IRT. Efektif jadi IRT mungkin sekitar sebulanan ini yaa sejak 7 April 2018-an. Dan semingguan ini tukang sayur yang biasa lewat di komplek tempat saya dan suami tinggal lagi absen jualan - 'gak tau kenapa, 'gak muncul di Lamb*eturah sih beritanya - so saya udah belanja buat minggu ini dan lagi 'gak ngerjain apa-apa di rumah sehingga saya memutuskan segera nge-blog tentang: Mastertalk & Masterwork. *Again, bilang 'gak mau bahas tapi jadi bahas wkwk betapa tidak konsistennya seorang Dews ini.
So finally last week I got a chance to attend one of interesting short courses (a mini workshop, actually) about arts and drawing in Jakarta Creative Hub, placed in Graha Thamrin. At the beginning of seeing the event flyer on instagram, I surely skipped some details here because what I was expected was slightly different from what I actually got. Yeah, the details were: it was held by college students - which means the attendants would be more from college students or real students (high school and alike lol). But don't worry, they are not some others college students: they are graphic design-ish college students from Universitas Multimedia Nusantara that invited Tomodachi Studio artists to deliver the lesson here. And I got a lot of insights because of attending this. The more interesting part was that the tutors are actually about my age - or younger, but judging from their favorite animes (YES! ANIMES) I thought I wasn't that fail. Supposed to be a mentor at my age, right? Only I have short experiences (if not nothing) in this so I wasn't very ashamed for still being an attendant haha.
Kalau melihat flyer-nya sih, saya berbinar-binar banget dan pengen banget ikutan. Karena, well, that was exactly my problem! Topiknya 'kan tentang bagaimana menemukan ciri khas desain. Kalau yang ngikutin blog (atau kenal saya di dunia nyata dengan karya-karya saya) pasti tau, bahwa karya saya itu lumayan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Influence manga dan anime sangat kerasa sampe sekarang di karya-karya saya, walaupun saya pernah mencoba mengganti gaya dengan memasukkan unsur pensil warna, digital, dan cat air. Jadi tentunya saya butuh masukan tentang masalah saya itu.
Mentornya total ada empat orang, yaitu Kemas Acil @kemasacil, Jake @scarlattinojake, Ikhwan @aftergani dan Basith @basithibrahim (eh sorry karena saya asumsinya mereka seumuran saya jadinya saya gak taro "mas" or semacamnya haha). Mereka semua tergabung dalam Studio Tomodachi di mana ini merupakan sebuah studio ilustrasi dan animasi di Jakarta yang sering dapet proyek-proyek desain dari brand-brand ternama di Indonesia. Saya 'gak terlalu ingat background para mentor ini before Studio Tomodachi, yang jelas rata-rata mereka ex anak DKV gitu dan lumayan sering wara-wiri di bidang komunikasi desain advertising media. Menariknya, ternyata nama Studio Tomodachi sendiri diambil dari perkumpulan occult di sebuah manga tahun 90-an (yang juga saya favoritkan!) yakni 20th Century Boys-nya Naoki Urasawa! Tak ayal ternyata mereka berempat mengidolakan Naoki juga. Bisa kelihatan sih dari sampel karya mereka.
Aftergani's artwork. Taken from his Behance account. |
Basith's artwork. Taken from his Instagram account. |
Kemas Acil's artwork. Taken from his Instagram account. |
Jake's artwork. Taken from his Portfolio account. |
I was like, at my age, I supposed to be a pro like them, if I wasn't too busy with other things beside illustration and designs. But I maybe wrong, because to be an illustrator, having great taste, sincere heart and gift are important, too - besides the technical skill you got to develop to improve your designs.
Balik lagi ke topik, jadi acaranya ada dua. Jam 10 sampe 12.30 itu Mastertalk, di mana para peserta diajak oleh para master untuk berbincang mengenai bagaimana menjadi ilustrator - or any artists - yang mumpuni; tidak hanya secara skill tapi juga attitude. Selama sesi itu kita lebih ke sharing sih, dengerin success story-nya mereka dan terakhirnya ada sesi tanya jawab juga walaupun sebentar. Karena dibawakan dengan cara yang segar (secara pesertanya anak-anak milenial semua..) dan gak bosenin, acara ini sukses membawa minat para peserta untuk tetap "terjaga" dari awal hingga akhir. 'Gak ada deh ngantuk-ngantukan.
Basith sedang memberikan introduction. Sorry kualitas fotonya kurang oke, lupa bawa kamera hiks. |
Saya sempat memberikan dua pertanyaan sih sama para mentor. Pertama, "di titik mana kita harus 'berhenti' mencoba berbagai hal supaya dapat menemukan gaya ilustrasi kita yang sebenarnya?" Saya juga bilang ke mereka bahwa saya ter-influence dengan manga/anime, kemudian sempat lari ke fashion illustration, children illustration dan akhir-akhir ini sketch walker. Dijawab sama Basith dan Kemas, bahwa kita tuh 'gak ada kata berhenti dan kamu boleh memperluas influence dari manapun, jangan diem di satu titik aja. Kalau diperhatikan memang master sekelas Eichiro Oda pun berevolusi gitu, alias berubah. Jadi jangan takut sama perubahan karena takut tidak punya ciri khas, karena ciri khas itu akan melekat di kita tanpa kita bikin pencitraan tertentu. Hmm makes sense sih, karena seperti saya bilang di awal, ternyata gambar buatan saya tetep manga/anime-ish banget dan itu kagak berubah walaupun saya ganti gaya warna doang.
Eichiro Oda's artwork evolution. Taken from here. |
Ke dua, "pada saat kita sudah jadi ilustrator profesional, bolehkah kita 'menolak' commission? Artinya ada calon klien yang order tapi karena misalnya gaya/selera dia dan kita ini beda, maka kita agak kurang tertarik ngerjain?" Ini jawabannya cukup menarik sih. Basith bilang, sebagai ilustrator, kalau kita sampai "menolak", berarti kita sombong, karena gimanapun yang kita kerjakan adalah jasa. Di dunia jasa, kita kudu jago-jago treatment orang karena ibaratnya gambar kita masih kurang bagus tapi attitude kita bagus, maka kita akan kepake sama klien dan jalan untuk "laku" itu akan lebih terbuka lebar. Supaya tidak menolak klien, maka solusinya kamu harus kasih referensi ke calon klien itu. Misal kamu sodorin nama ilustrator lain yang bisa ngerjain sesuai keinginan calon klien.
Pricing karya juga ada strateginya sendiri ternyata. Karena memang susah banget "ngorek" dapur ilustrator kayak gini. Saya sempat riset soal harga ilustrasi di pasaran sih walau sedikit. Jadi ceritanya karena saya 'gak pernah dibayar mandiri (wkwk) untuk bikinin desain di perusahaan lama - loyalty slash dedication, they said - maka suatu hari saya memutuskan untuk hire orang yang secara profesional memang kerjaannya bikinin desain. Terus saya cukup kaget, ternyata mahal juga ya bikinin desain. Dan sebagai klien (gue posisinya klien waktu itu), kita jadi agak punya "kuasa" gitu kalau bikinannya kurang sesuai sama yang kita maksud. Which is hal ini memberikan gambaran kepada saya gimana jadinya kalau saya jadi ilustrator pro misalnya - yangmana kayaknya saya belom siap haha. Lebih-lebih kalau kamu sebagai ilustrator yang sudah punya nama. Tapi sangat worth it karena pengerjaannya rapi banget dan detail. Intinya buat pricing sendiri ya kamu boleh banget sharing sama ilustrator lain dalam artian, minta opini, berapa yang mereka berani bayar untuk gambar kamu? Karena tiap karya punya harga yang berbeda.
Salah satu karya ilustrator kawakan yang saya suka banget, diambil dari IG Sketchwalker. |
Terakhir, untuk menutup event Mastertalk ini, Ikhwan melakukan live drawing pake alat apa sih ya Wacom Cintiq kalau 'gak salah - pake Photoshop CC. Saya selalu takjub kalau ada orang bisa gambar di Photoshop. Believe me, sejak jaman SMA gue maen Photoshop dan gambar saya gitu-gitu aja sampe akhirnya jarang sekali menyentuh digital drawing lagi. Ternyata.. yaiyalah saya gambarnya pake Mouse. Ya sebenernya 'gak ngefek sih, alat apapun yang kamu pake kalau kamu emang jago ya pasti bisa-bisa aja. Tapi Ikhwan ini emang jago banggettsss. Dia bilang, sebelum bikin gambar jadi, dia suka bikin thumbnailing gitu jadi ada paling enggak lima karya draft yang dia bikin kasar sebelum dia akhirnya bikin yang benerannya. Ini penting karena di draft itu dia bisa cocok-cocokin dulu komposisi gambar ama warnanya. Duh.. persistence untuk perfection.. saya mah gambar manual empat-lima kali aja mau mewek karena bosen haha.
Serius menyimak. Dedek sebelah kanan saya jadi teman sehari kala workshop hahah. Taken from Holamaster.ID. |
Kemudian setelah istirahat sejam, siang sampai sorenya dilanjutkan dengan acara Masterwork. Sisa beberapa peserta saja yang tertinggal di sini karena memang ke dua acara ini walaupun nyambung tapi tidak harus ikut dua-duanya (soalnya harganya beda). Di acara ini akhirnya saya bikin gambar. Hehe. Ada dua tasks di sini yakni pertama menggambar pop icon or anything yang terlintas di kepala, TANPA melihat contoh. Jadi betul-betul menggambar dengan menggunakan ingatan saja. Did you know what was came to my mind? Exacty: SAILORMOON. Waktu SD hampir tiap hari saya gambar Sailormoon dan teman-temannya jadi udah hapal banget lah. Namun tentu pas gambarnya ditunjukkin, kelemahan utama saya adalah di proporsi. Selalu awkward cuy hihi. Terkesima juga lihat hasil karyanya dedek-dedek kuliahan ini. Ampun gambar mereka bagus-bagus bangetttt - sayangnya saya lupa ambil foto karya mereka. Di umur segitu saya cuma bisa gambar manga biasa tanpa mengerti cara warnain segala macam.
Tugas pertama saya menggambar Sailormoon. Kritikannya? Postur Usagi kurang kurus-tinggi hihi. |
Task ke dua adalah bikin themed artwork gitu. Kita dibagi jadi dua team dimana masing-masing team diminta membuat tema besar dari ilustrasi yang akan kita bikin. Tema besar ini harus kita kembangkan dalam gambar masing-masing namun harus sinergis satu sama lain. Team saya mengambil tema "Jakarta Post-Apocalypse" (saya lupa judulnya apaan hehe). Saya kebagian buat tokoh "baik" sementara tiga teman lainnya ada yang bikin environment, bikin tokoh jahat, sama bikin kendaraan.
Tugas ke dua menggambar karakter/environment baru. Topiknya Post-Apocalypse gitu jadi saya gambar tim Medis nolongin anak kecil korban apokalips. |
Di sini saya agak salfok sih. Anggota team saya yang anak milenial semua itu bikin saya takjub deh, beneran. Mereka jauh lebih pinter daripada generasi saya (ato saya aja yang kuper wkwk) dan sangat sedikit menggantungkan diri sama orang lain. When they come into a problem, they can easily tell us, "aduh itu semua banyak banget di Youtube, cari aja". Just. Like. That. Bener juga sih ya haha lah gw Youtube-an cuma buat hiburan banget, anak-anak ini maksimal banget pake perangkat di gadget dan menjadi pintar dengan itu - dan catet, tanpa harus fixated ke gadget kayak ibu-ibu jaman now (including me). Fabulous millennial..
Taken from Holamaster.ID Web. |
Foto bersama barudak milenial yang satu tim pas gambar hahaha. |
Over all sesi seharian ini menarik banget dan selalu ada efek berbinar-binar di saya kalau ikutan event ginian. Beberapa hal yang saya tangkep selama acara ini bahwa jadi pekerja kreatif (dalam hal ini, ilustrator) itu kudu:
Genuine - be true to yourself, jangan cari selera pasar. Biarkan orang mem-follow your artwork karena mereka memang organically suka karya kamu, bukan karena kamu yang minta mereka follow atau karena gambar kamu sangat kekinian.
No "this is my art style" excuse is allowed (lol to this) - ketika mendapat kritik, stay humble dan jangan defensif bilang "ah da ini mah gaya gambar saya" dan semacamnya. Kalau kamu kayak gitu kamu 'gak akan bisa berkembang. Inget, kerja di bidang jasa itu semuanya balik ke attitude gimana kamu memperlakukan calon klien.
Gambar tiap hari, tiap sempat, tiap ingin - gak ada artist yang jago tanpa latihan. Selalu sempatkan menggambar.
Perkuat fundamental - dasar-dasar bikin karya seperti teori warna, perspektif, anatomi dan lain-lain ternyata sangat penting dan menunjang kalau mau terjun di bidang ini. Ngerasa gak punya background desain formal? Jangan khawatir, jaman sekarang tutorial banyak.
Referensi, referensi, referensi - there's nothing new under the sun, that's for sure. Genuine, perlu. Tapi artist tanpa referensi itu 'gak akan maju semaju orang yang sering "melatih" mata dan artsy sense-nya dengan banyak melihat karya orang lain. Bukan, bukan berarti mau jadi plagiat. Tapi ini judulnya memperkaya khazanah.
Full team foto bersama sehabis Mastertalk. Sebagian gak lanjut ke Masterwork. |
So that's all. Ke depannya saya masih pengen belajar lagi yang banyak; everything's possible di Jakarta haha - ala-ala anak urbanisasi (termasuk mengasah niat supaya yang digambar tetap maslahat, jangan sampe bikin ujub apalagi dikultusin orang) di sela-sela rutinitas jadi IRT new comer (heuheu). Glad that I have my husbando yang selalu supportive sepanjang semua yang saya kerjain positif, bahkan sampe mau nganter-nganter ke mana-mana; huhuuuy. Until then, saya akan harus banyak latihan lagi.
More to Read:
https://holamaster.id/masterwork-pentingnya-prinsip-dan-referensi-dalam-ilustrasi/
More to Read:
https://holamaster.id/masterwork-pentingnya-prinsip-dan-referensi-dalam-ilustrasi/
No comments:
Post a Comment
WOW Thank you!