27.1.19

Akhirnya Pameran di Galeri - Laporan Rekreasi Garis 2018

Suatu hari, Mayumi Haryoto, seorang ilustrator kawakan, berbagi tentang tujuan jalan hidup seniman: mau berakhir di galeri atau di industri? (Ada juga sih yang bisa dua-duanya. Tapi, biasanya orang fokus di salah satu).

Waktu itu yang terpikir oleh saya, tentu ingin di industri. Sepertinya asyik, ketika hobi menjadi pundi-pundi materi. Tapi jadi seniman galeri juga keren, sangat keren bahkan. Karena punya kesan serius. Saya dulu ingin jadi seniman serius. Yang seperti Pak Raden Saleh atau Affandi. Yang membuat lukisan penuh arti. Yang intelektualitas dan kreativitasnya tinggi.

Kemudian saya pikir seniman industri dan galeri ternyata punya kesamaan. Sama-sama butuh kesungguhan, ketekunan, dan yang paling penting: komitmen.

Hayo.. yang mana karya saya..
Sebenarnya, menjadi seniman bukanlah profesi favorit generasi baby boomers seperti orang tua saya. Panjang sekali waktu yang dibutuhkan untuk mendapat restu mereka. Terutama ibu. Padahal kegemaran saya menggambar (dan menulis) semuanya menurun dari ibu. Ibu bilang, bekerja di bidang seni dan literasi tidak menjanjikan. Padahal berprestasi di bidang akademis atau sains di zaman sekarang tidaklah lebih berkelas dibanding bidang lainnya seperti anggapan zaman dulu. Hari ini orang bisa hidup dari mengunggah konten di kanal sosmed, lho! Mungkin juga seniman sedang jaya-jayanya. Konten menarik memiliki nilai sendiri saat ini.

Kemarin sebuah pencapaian itu datang. Salah satu karya saya terpilih untuk dipamerkan di Galeri Nasional, dalam rangka Pameran Rekreasi Garis 2018. Hampir dua tahun ini saya memang belajar urban sketching. Pernah ikut workshop dan lihat pamerannya beberapa kali. Sebenarnya saya mengirim dua karya, tapi yang terpilih hanya satu. Itu saja sangat tidak disangka, dan sudah terasa menyenangkan!

Ada sekitar 200-an sketsa yang terpilih dari 400-an karya yang ikut berpartisipasi. Semua dikurasi oleh seniman kawakan seperti Pak Beng Rahadian, dkk. Beberapa seniman yang terpilih malah sudah saya kenal. Ada Mas Donald Saluling dan Mas Yoso, mentor pertama saya di urban sketching. Ada Putri dan Haryo, keduanya arsitek dan karya-karyanya sudah lama jadi favorit saya. Kami pernah bertemu di sebuah workshop juga. Dan beberapa urban sketcher yang namanya cukup sering saya pantau di Instagram. Asyik rasanya, ikut pameran bersama seniman-seniman yang saya kagumi.











Sayangnya, karena pembukaannya malam hari, dan saya tinggal di Planet Bekasi (ckck), saya tidak bisa hadir. Pameran pertama padahal. Namun akhirnya suatu pekan saya datang juga bersama suami. Saya diberi sebuah katalog tebal berisi daftar gambar dan biodata singkat senimannya. Sebuah buku sketsa cat air (juga tebal), serta tote bag kanvas.

Karya saya terlihat agak kumal. Ha-ha. Saya memfiguranya sendiri. Padahal tidak tahu cara memfigura karya dengan layak. Untung saja Galeri Nasional menolerir itu. Semua memang butuh pengalaman.


Penjaga stand pameran juga ramah-ramah dan kocak. Setiap Kamis mereka menggambar sketsa bersama di Galeri Nasional. Pantas saja mereka terlihat sudah saling kenal. Lalu kami saling menandatangani lembar karya dan biodata kami di katalog pameran. Seru sekali. Ah, kapan-kapan saya  juga mau ikut sketsa bareng mereka. Nanti deh, kalau kondisi badan sudah memungkinkan.

Suatu hari saya menunjukkan katalog pameran itu kepada ibu. Beliau melihat-lihat dengan cukup antusias. Bahkan menghitung jumlah seniman perempuan yang terpilih. Dari seratusan orang, memang hanya 5-6 orang yang perempuan. Urban sketching bukan genre yang populer untuk seniman perempuan mungkin? Lalu, ibu melihat gambar saya yang selesai pameran telah dikembalikan ke rumah. Komentar ibu, “Kenapa gambarnya dikembalikan? Tidak laku, ya?” Saya tertawa. Saya jelaskan bahwa pamerannya bukan untuk jualan. Hanya sebuah ajang apresiasi karya saja. Baru ibu saya mengerti.




Pokoknya, terima kasih Galeri Nasional atas kesempatannya! (Juga suami yang mengantar saya keliling-keliling mencari obyek sketsa, mengingatkan tenggat waktu, dan mengantar ke Galeri ketika saya hampir menyerah).


No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!