15.11.21

Meruntuhkan Label Tidak Suka Rapi, Mungkinkah?

Saya selalu yakin bahwa di dunia ini tidak ada seorang pun yang tidak suka pada segala sesuatu/keadaan yang rapi. Permasalahannya adalah apakah orang ini mau atau tidak melakukan aktivitas rapi-rapi ini? He-he. Di masa lalu, saat masih sering dinas ke luar kota dan tinggal beberapa hari di sebuah hotel, rasanya kamar hotel nyaman dan menyenangkan karena setiap kita kembali dari luar, ia telah rapi. Tentu saja karena room boy yang budiman telah berjasa merapikannya. Kini setelah berumahtangga ketika masalah rapi-rapi ini menjadi tanggung jawab bersama sekeluarga, kemewahan seperti itu sudah tidak ada lagi. Kita perlu menjadi room boy untuk diri sendiri (kecuali anda Bruce Wayne yang punya "room boy" pribadi bernama Albert). Jika tidak punya kesadaran untuk mengambil alih tugas rapi-rapi, selamanya rumah tidak akan rapi.

Tidak rapi, rasanya tidak menyenangkan.

Pola pikir yang kaku (fixed mindset) tidak diperkenankan muncul di sini. Kita sering sekali mendengar orang-orang memaklumi diri sendiri dengan mengatakan hal-hal semacam:

Ah, aku mah orangnya gini.

Ah, aku 'kan emang gitu.

Ya gimana, 'kan aku orangnya berantakan.

Saya belajar (terutama) dari suami saya sejak menikah bahwa hal-hal semacam itu tidak memberdayakan karena semakin diulang-ulang, ia akan menjadi sebuah label. Menjadi penghalang untuk berkembang. Kita tentu ingat kisah gajah yang dirantai selama bertahun-tahun hingga ia tidak bisa kabur. Tiap kali mencoba kabur, kakinya akan terluka. Kemudian ketika suatu hari rantainya dilepas dari pengikatnya, gajah ini tetap tidak berusaha kabur karena telanjur merasa bahwa kabur akan membuatnya terluka. Kasihan, ya, gajahnya.

Permasalahan rapi-rapi ini sejujurnya seringkali jadi konflik rumah tangga yang walaupun kecil namun jika dibiarkan akan menumpuk. Sesederhana suami sering menaruh handuk basah di atas kasur padahal istri selalu menaruhnya dengan rapi di jemuran. Atau istri yang sering loncat-loncar aktivitas sebelum aktivitas tersebut selesai sehingga tumpukan pekerjaan yang belum selesai terlihat di mana-mana. Sementara sang suami selalu fokus mengerjakan sesuatu dari A sampai Z hingga selesai sebelum loncat mengerjakan yang lain.

(Aku cukup pengalaman karena Bapa dan Ibu kebalikannya. Puluhan tahun menikah, kisruh akibat masalah rapi-rapi ini tidak pernah selesai. Tapi jika melihat sudut pandang yang lain, semua punya sisi kebaikan. Mungkin si rapi punya ladang pahala dengan memaklumi si kurang rapi?).

Tetap saja, saya yakin perlu ada perubahan. Mulai dari diri sendiri. Mulai dengan mempercayai bahwa rapi itu bukan untuk siapa-siapa selain untuk kita juga nantinya. Dengannya kebahagiaan itu akan menular. Entah ke anak, ataupun para tamu yang mungkin datang.

Jenis Clutterbug

Mengenali diri sendiri sebelum memulai usaha merubah pola pikir anti-rapi ini menjadi penting karena dengannya kita jadi tahu bagaimana langkah selanjutnya. Contohnya, saya. Ketika mengambil uji Clutterbug di sini, saya mendapati bahwa saat ini saya adalah jenis "bee" alias LEBAH. Saya seorang pembelajar (& penyuka) visual. Karenanya segala sesuatu yang tak tertutupi, tak terlihat indahnya akan membuat saya lupa dan kurang nyaman.

Orang seperti ini nantinya memerlukan alat pengorganisir yang enak dilihat agar semangat rapi-rapi.

Mengenali Musim

Dalam teori Gemarapi ini, manusia ternyata mempunyai musim tertentu dalam hidupnya. Makanya dikatakan bahwa manusia itu dinamis karena ada fase tertentu dalam hidup yang tidak berlangsung selamanya. Artinya setelah dilalui, akan perlu strategi baru dalam hal apapun. Ibarat saat musim dingin berlangsung maka kita mengenakan pakaian tebal dan menimbun makanan. Namun ketika ia berlalu, kita menyambut musim semi yang hangat dan mulai menanam bermacam-macam tanaman demi persiapan musim dingin tahun depan.

Saat ini saya sedang dalam musim hamil dengan satu balita. Saya juga seorang ibu rumah tangga yang menyambi jualan buku daring, kadang-kadang menulis, juga mengerjakan ilustrasi untuk klien, serta berkegiatan literasi dengan beberapa kursus (contohnya Gemari ini). Kami menjalankan semuanya tanpa ART ataupun asisten pengasuh. Alhamdulillah, pilihan ini saat ini masih yang terbaik. Suami termasuk tipe yang suka rapi-rapi sehingga delegasi tugas rapi-rapi selalu terbagi dua - bahkan tiga karena anak kami sudah mulai senang beberes mainannya sendiri.

Dapat dibayangkan bahwa musim ini mungkin masih akan bertahan beberapa tahun lagi. Lalu insyaAlloh setelah anak kedua lahir, kami akan menghadapi musim baru dengan strategi baru. Tentunya karena aktivitas berbenah itu seharusnya menyenangkan, maka semua perlu dihadapi dengan hati lapang.

Pola Pikir yang Sedang Dibangun

Bahwasanya saya adalah tipe clutterbug LEBAH (suami belum mengambil tesnya tapi mari kita ajak di kesempatan selanjutnya) dan sedang dalam musim seperti di atas, maka pola pikir yang sedang berusaha kami bangun adalah: rapi adalah cara hidup. Bukan beban. Anak kami perlu contoh yang baik. Selain itu ia perlu arena tumbuh kembang yang juga baik. Jangan sampai akibat berantakan, mood kami semua kurang baik setiap saat. Dan selalu diingat bahwa kondisi kurang rapi itu rentan mengakibatkan kecelakaan untuk anak-anak. Bayangkan ketika ada tumpukan barang yang tinggi dan tidak stabil. Suatu saat si kecil berusaha meraihnya dan ada potensi ia tertimpa tumpukan barang itu. Tidak mau, 'kan, jadi begitu?

Maka berbenah juga bagi kami adalah tanda cinta.

Prioritas

Namun dengan ketiga hal di atas, tetap saja ada prioritas yang perlu dipilih. Bagi kami saat ini, rumah adalah ruang aktif. Tempat saya berkegiatan dengan segala tugas bekerja ringan, berdagang, juga melakukan beberapa hobi. Tempat anak kami bermain dan berlarian dengan mainan yang dipilihnya acak. Juga tempat suami melepas penat setelah seharian bekerja di luar lalu pulang dengan senang saat bercengkerama dengan saya dan sang balita.

Jadi, level rapinya akan berbeda dengan mereka yang belum punya komitmen lain, belum ada amanah anak, ibu lain yang bekerja di luar rumah, pasangan dengan tambahan ART, ataupun mereka yang telah menjadi keluarga besar dengan banyak peserta di dalam rumah. Semua perlu menyesuaikan dengan keadaan. Semoga kami selalu dapat melewatinya dengan baik. Alhamdulillah Alloh selalu memberi pertolongan, bukan? Jadi, nikmati saja.

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!