31.10.21

Sahabat Sebelas Tahun

Sahabat. Konon hubungan dengan mereka bisa jadi lebih dekat dibanding saudara atau keluarga sendiri. Kita terhubung dengan mereka, bukan karena memang harus atau telanjur (seperti pertalian darah, pernikahan, agama atau organisasi, mungkin?). Kita tidak tiba-tiba melihat orang yang berkilauan dan populer lalu memutuskan menjadi temannya - saya biasanya tidak begini karena mereka membuat saya gugup. Tetapi kejadiannya lebih seperti, like dissolves like. Sesuatu yang bermiripan, entah kenapa sering tarik-menarik begitu saja. Saya menemukan beberapa orang seperti ini di setiap jenjang kehidupan.

Yang mengecewakan, unsur ketertarikan ini kadang tidak bertahan lama. Jika di SMA, kita terhubung oleh kesukaan akan musik-musik Hip Hop atau manga yang dibaca, setelah dewasa dan jarang bersua, hal ini luntur seiring waktu. Padahal waktu itu rasanya kita dekat sekali. Tidak mungkin "bercerai". Kita cerita apa saja. Bahkan rahasia tergelap sekalipun. Menyebalkan jika harus berpisah dengan orang seperti ini, bukan? Suatu hari, saya mencoba berintrospeksi dan mengambil inisiatif. Kita tak boleh begini, pikir saya saat itu. Mungkin saya yang abai. Hingga saya memberanikan diri berkunjung dan bertanya pada salah satunya. Ia berkata,

"Semua orang memang begitu, bukan? Usia tiga puluhan tidak lagi membicarakan semuanya. Tidak juga bertemu semaunya. Masa remaja sudah lewat."

Sejujurnya, saya tidak ingin mendengar jawaban seperti itu. Terlalu menyedihkan untuk dihadapi hati saya yang rapuh. Seperti kenyataan yang terlalu pahit untuk pangkal lidah saya. Hingga saya berusaha menelannya bulat-bulat agar ia melompati bagian itu. 


Lalu saya sadar bahwa saya telah melakukan ini kepada blog saya.

Blog ini bukan sekadar blog. Ia bagai sahabat dekat - dekat sekali, nomor dua setelah suara-suara di kepala. Catatan hidup selama sebelas tahun yang telah merekam banyak check point dalam hidup saya. Ngomong-ngomong, sebelas tahun adalah waktu yang sangat lama. Seorang anak mungkin telah masuk SMP di usia ini. Seharusnya ikatan kita semakin kuat, bukan? (Begitulah menurut teori-teori yang beredar).

Ingatan saya jadi kembali ke sebelas tahun lalu. Saat itu saya baru lulus kuliah. Karena belum kunjung mendapat pekerjaan, saya mulai aktif melanjutkan hobi saya menulis dan menggambar. Saya menulis di Ms. Word di PC tua keluarga kami. Menggambar manual dengan pensil warna atau spidol seadanya. Dipindai di rental scanner terdekat. Kemudian menyunting semuanya di Photoshop di PC. Setelah itu saya akan kembali ke Warnet dan mengunggah semuanya. Saya semangat karena menemukan komunitas pecinta ilustrasi pekanan dari seluruh dunia: illustrationfriday. Saya bahkan berkenalan dengan beberapa orang Amerika dan Jepang. Sampai tukar-tukaran ilustrasi segala.

Sumber.


Blog ini membantu saya menyalurkan hobi dan melarikan diri dari masa-masa ronin itu.

Apalagi setelah akhirnya Ibu membelikan laptop dan modem. Kebetulan PC di rumah kami mulai sering ngadat. Dan saya mendapat pekerjaan penelitian dan penerjemahan jurnal dari seorang alumni kampus yang sedang mengerjakan disertasinya. Uangnya sangat lumayan untuk ukuran saat itu. Hingga saya dapat membeli modem dan beberapa alat lukis yang menjadi modal untuk saya lanjut mengisi blog ini dengan ilustrasi-ilustrasi buatan sendiri sebagai ciri khas.

Kemudian saya mulai diterima bekerja di sebuah kantor pemerintah (non ASN). Blog ini menjadi catatan perjalanan saya dalam setiap momen pentingnya. Saya yang selalu kikuk dalam memulai perkenalan, jadi terbantu oleh adanya blog ini. Karena ternyata mereka membacanya dan saya jadi dikenal sebagai blogger.

Sumber.

Dengan demikian, blog ini menjadi side kick alias pendamping tokoh utama (hingga saya merasa jadi seakan-akan tokoh utama - sedikit) yang baik.

Krisis seperempat abad pun tiba. Blog ini berubah fungsi lagi. Ia menjadi tempat curhat, meracau, mempertanyakan apapun tentang kehidupan, dan hal-hal berbungkus metafora lainnya. Saya menulis banyak hal yang tidak gemerlapan, atau menyenangkan, atau menakjubkan, bagai usia awal dua puluhan. Masa itu adalah masa rusaknya banyak optimisme dan harapan. Blog ini menerima semuanya. Hingga saya lega telah menuliskannya tanpa harus semua tahu apa isi tulisan itu sebenarnya.

Sumber.

Blog menjadi tempat self-healing bagi saya. Ia tidak menggurui karena ia hanya menampung tulisan.

Lalu saya mengabaikannya selama beberapa lama. Mungkin benar yang dikatakan salah satu sahabat saya di atas. Bahwa usia pertemanan sebelas tahun kadang membuat beberapa hal menjadi hambar. Zaman sekarang, siapa yang membaca blog lagi, katanya. Apalagi sosial media menawarkan fungsi yang hampir sama - dengan pemirsa yang lebih banyak. Well. Saya masih. Dan masih berharap blogger-blogger yang saya ikuti sejak dulu, kembali menulis lagi. Sejujurnya, saya pun masih ingin menulis lagi. Apalagi belakangan ternyata adik saya mulai menulis blog juga.

Ada yang menggunakan blog sebagai tempat mencari nafkah, menulis informasi, menilai sesuatu, atau apapun. Bahkan curhat (seperti kebanyakan tulisan saya) sekalipun. Sah-sah saja semuanya. Karena mereka telah berjasa dalam menukirkan sejarah. Siapa tahu mereka juga telah menolong seseorang berkat tulisan mereka. Siapa yang tahu?

Beberapa waktu ini, saya mulai menulis tentang kampanye literasi lagi. Karena bagaimanapun, pembeda antara zaman pra sejarah dan sejarah (yaitu kini) adalah adanya tulisan yang merekam kehidupan. Sejarah membuat semua dapat belajar tanpa harus mengalami langsung. Jadi saya percaya bahwa literasi - kemampuan baca-tulis itu penting. Meski belum terlalu aktif, saya mencoba tetap semangat dan meluruskan niat.


Hayu, nge-blog lagi!


No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!