11.2.11

Learning from Hospital

I wrote this passage in Bahasa Indonesia (Obviously, I'm from Indonesia, you know). :)

Selama 5 hari 4 malam, tepatnya dari tanggal 4 sampai 8 Februari 2011, aku sempat menjalani opname di sebuah rumah sakit swasta di Sumedang. Pengalaman ini jujur sedikit menjadi tamparan sekaligus pelajaran buatku, di mana waktu terasa bergerak super lambat dan bayangan akan kematian seolah sangat dekat. Selain kedua pelajaran tersebut, aku juga mendapatkan beberapa pelajaran hidup yang berharga, terutama dari dua teman sekamarku dan para penunggunya.

Aku ditempatkan di sebuah ruangan kelas 3,kamar 302 bersama 2 pasien lainnya. Pasien di ranjang nomor 1, terhalang 1 ranjang dari tempatku terbaring, adalah seorang wanita berpenyakit maag akut dan darah tinggi. Dia juga mengeluh sering sulit tidur dan sering mengalami penaikan tekanan darah drastis ketika dia kaget. Yang unik dari pasien ini, dia terlihat dan terdengar seperti anak SMA, padahal umurnya sudah kepala 3 dan sudah bersuami. Bahkan kudengar anaknya sudah duduk di bangku SMP. Mungkin karena dia anak tunggal jadi kelakuannya benar2 mirip anak ABG.

Pasien nomor 1 ini dijaga oleh 6 orang. Ya, 6 orang! Dan mereka semua, selama 4 hari itu tidak pernah pulang ke rumah untuk sekedar mengambil barang atau apapun itu. Alasannya, mereka tinggal di pedesaan yang sangat jauh dari rumah sakit itu berada. Jadilah mereka menginap di rumah sakit tanpa pulang sebelum si pasien pulang. Lucunya, mereka ada yang tidur di kolong tempat tidur pasien (yang harusnya gak boleh),ada yang tidur di deket pintu dan tempat sampah. Yang lebih lucu lagi, mungkin karena mereka berasal dari kampung terpencil dan bermatapencaharian sebagai petani, mereka punya aksen yang lucu dan kalau ngomong tuh berisik banget. Satu lagi, jam 4 subuh mereka sudah pada mandi dan ribut. Mungkin kebiasaan karena para petani bekerja pagi2 sekali. Positifnya, ini menularkan kebiasaan bangun pagi dengan giat. Negatifnya, mereka kurang aware bahwa ini rumah sakit dan ada pasien lain yang butuh istirahat sehingga mereka bersikap serba berisik dan seenaknya. Kesimpulanku, pasien dengan tipe2 penunggu seperti ini harusnya masuk ruangan kelas 1 biar tidak mengganggu orang lain. Terutama karena mereka berisik.

Satu waktu, ibu pernah mengajak mereka solat, karena mereka pada pake kerudung tapi kami gak sekalipun melihat mereka solat. Apa jawaban mereka? Mereka bilang, "kalau lagi pengen sih,biasanya kami solat.bahkan tahajud juga rajin.tapi sekarang kami lagi males jadi ya gak usah aja". Shock. Orang desa. Muslim. Ibu2nya pada kerudungan. Sulit dipercaya mereka begitu menyepelekan agama. Hak mereka untuk beribadah dan kewajiban pula mereka ibadah karena agama itu pilihan hidup yang serius. Sejak saat tersebut aku menambahkan do'a dalam setiap solatku, agar aku menjadi orang yang memelihara solat sampai akhir hayat. Amiin.

Pasien nomor 1 dan rombongannya pulang pada 7 Februari. Pulangnya mereka membuat suasana yang biasanya berisik menjadi agak sepi. Enak untuk pasien, tapi gak enak buat penunggu karena teman ngobrol berkurang. Namun yang pasti, pasien nomor 1 memberiku banyak pelajaran bahwa hidup harus banyak bersyukur dan tidak banyak membuang waktu.

Pasien nomor 2 tiba pada malam pertamaku menginap di rumah sakit. Beliau adalah seorang nenek dengan rambut sudah setengah botak (aku gak tahu alasannya). Keluhan beliau adalah sakit di tulang bokong. Bahkan kalau lagi kambuh, erangannya sangat memilukan. Masih terngiang di kuping sampai sekarang. Benar2 memilukan. Tambahan lagi, si nenek dengan 2 penunggu ini, dirawat berkat Jamkesmas sehingga beliau agak dibedakan dalam hal fasilitas. Hari pertama dan kedua sih, sakit beliau jarang kambuh. Tapi hari ketiga, sakitnya makin sering kambuh. Dokter pun kebingungan karena sang nenek mengidap osteoporosis di mana tulang yang kropos pada orang tua sudah tidak bisa diapa2kan lagi. Pelajaran buat aku, dilarang malas minum susu. Investasi kalsium sebelum umur 30.

Selain osteoporosis di tulang bokongnya, si nenek juga mengalami kurang darah dan harus ditransfusi sampai 10 labu darah. Mirisnya, anak si nenek bukanlah orang berada sehingga gak sanggup beliin bahkan 1 labu darah buat si nenek. FYI, 1 labu darah harganya 250ribu rupiah. Akhirnya dokterlah yang nyumbangin 2labu darah buat si nenek. Bener2, ternyata bukan saja di atas langit masih ada langit, tapi di bawah tanah juga masih ada tanah. Selalu ada yang lebih merana dari kita maka kita harus selalu bersyukur dan membantu mereka yang kurang beruntung semampu kita.

Beda dengan pasien nomor 1, pasien nomor 2 dan para penunggunya, walaupun hidup dengan sangat prihatin, mereka sangat menjaga solat mereka. Bahkan si nenek yang notabene gak bisa ngapa2in. Aku jadi malu karena awalnya aku pikir si nenek gak solat karena gak pake mukena atau kerudung. Ternyata beliau solat. Islam itu memang mudah. Dalam keadaan apapun,selama masih bisa solat,ya harus solat. Meski tanpa mukena karena si nenek gak mampu pake mukena. Aku berdo'a semoga si nenek dan keluarganya selalu dalam lindungan Allah SWT. Amiin. *sampai sekarang aku masih inget si nenek ini. Apakah beliau sembuh?

Pasien nomor 2 pulang beberapa jam setelah pasien nomor 1. Alasan mereka pulang bukan karena sembuh tapi justru karena tidak bisa disembuhkan jadi mereka pulang. Ibu sampai memberikan satu alat kompres supaya bisa meringankan sakit si nenek saat dia kambuh.

Dari mereka aku belajar kesabaran dan keteguhan hati.

Sore hari tanggal 7 Februari, pasien baru masuk. Seorang nenek yang bahkan sudah gak bisa duduk atau berdiri. Beliau mengidap darah tinggi sampai harus diberi oksigen. Untungnya, cucu dan menantu serta anaknya dengan sabar menjaga beliau. Karena yang aku tahu, orang malas menjaga orang tua mereka yang sudah uzur. Aku kembali belajar dan diingatkan bahwa seuzur dan stidakberdaya apapun orang tua kita nantinya, kita harus tetap menjaga mereka. Kita gak akan bisa membalas jasa mereka merawat dan membesarkan kita sejak dalam kandungan. Maka sangat gak terpuji kalau mereka Uzur kita justru mengabaikan mereka. Na'udzubillah. Aku pernah baca di Al Qur'an bahwa sungguh laknat seorang anak yang mengabaikan orang tua mereka yang sudah uzur. Semoga kita semua terlindung dari hal seperti itu. Amiin.

Tanggal 8 Februari, aku pulang dengan kondisi hampir sehat meski masih agak lemas. Maklum komplikasi hipotensi, tifus dan maag. Jadi mungkin penyembuhannya agak lama. Aku jadi merasa diingatkan kembali bahwa kesehatan itu aset, harus dijaga sebelum hal itu hilang.

Last but not least, like Rosululloh said:
Remember 5 things before 5 things:

1. healthy before ill
2. young before old
3. rich before poor
4. easy before hard
5. life before dead

Kamis, 10 Februari 2011 21:08

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!