4.3.16

Bodo Amat

"The pen is mightier than a sword." - Edward Bulwer-Lytton.
Sambil nulis ini, saya sambil nyetel Youtube gitu. Gak ditonton sih. Hmm awalnya nonton. Dimulai dari nyari-nyari video clip musisi favorit (saat ini lagi suka banget sama Sia), lalu video Stand Up Comedy baru (atau lama) Ge atau Uus, sampai kemudian nyasar ke video Mata Najwa yang beberapa waktu lalu abis wawancarain anak-anak presiden tahun ini. Sampai di video terakhir akhirnya suara Youtube menjadi background postingan ini - kalau di-publish sih hehe. Well, setelah beberapa lama gak nulis, yang notabene melanggar janji saya untuk konsisten nulis One Day One Post alias #ODOPfor99Days yang belakangan jadi hashtag di blog ini, tiba-tiba saya terinspirasi sama video tersebut. Haha enggak lho. Saya gak ngefans sama sekali. Tapi sebuah pelajaran bisa kita dapatkan dari mana aja kan? Even tempat terkotor di bumi sekalipun (pemisalan hiperbola).

Misalnya bagaimana mereka membentengi diri dari "serangan pena" (okeh, gak pena-pena banget; "kata-kata") haters, kaum nyinyiris, dan kepoers-bertopeng-fans.

Grumpy Cat is one of "bodo amat" guru lol.
Mari bicara tentang hal lain dulu. Ada dua kalimat yang lagi trending belakangan (di benak saya). Dua kalimat yang 'gak tau "rasanya" kenapa sama sehingga ketika saya mendengar dua kalimat ini saya jadi gak pengen dengerin lagi orang yang ngomong itu selamanya. Oke. Lebay banget ini. Gak sekejam itu kok saya. Kalimat apa aja itu?
1: "Gak ngurus. Emang kenyataannya kamu X ."
2: "Kamu X sih. Hahaha tapi saya cuma bercanda".
*X refer to kata-kata menyakitkan.
Dua kalimat yang diucapkan berbeda. Tapi esensinya sama. Hah, sama dari mana? Gak nyambung. Nyambung lho menurut saya. Dua-duanya sama-sama mencerminkan ketidakpedulian. Masa sih? Iya lho (tetep menurut saya). Bedanya cuma di kesan. Yang satu to the point dan kasar, satu lagi halus tapi berkesan ingin cepat-cepat menyelesaikan masalah. Tapi sama-sama gak ngurus. Ya kan?

Kalimat "gak ngurus" yang diawali atau diikuti dengan kata-kata pembenaran sikap diri yang sebenernya jelek (dan yang melontarkan sadar betul kalau itu gak banget) sudah jelas memang jujur dan memang mencerminkan "gak peduli". "Bodo amat". Disingkat jadi gitu. Tapi di dunia ini emangnya ada gitu, orang jelek mau dikatain jelek. Atau wanita kecil mau dikatain wanita kecil. Hmm kalimat yang jujur. Sampe suka bikin terharu.

Source.
Lalu "hahaha saya cuma bercanda". Misal kita ngatain orang sambil ketawa. "Wah kok kamu jelek gitu sih, kayak gak ngaca aja". Diikuti ketawa. Kalau agak sensitif melihat perubahan mimik muka orang yang dikatain palingan bakal ngomong "saya cuma bercanda". Taukah anda? "saya bercanda" sesungguhnya adalah sebuah alibi supaya masalah cepat selesai dan tidak ada yang tersakiti. Saya sih nerjemahinnya seperti orang yang memang mau melontarkan fakta jelek tapi gak cukup kuat untuk menerima konsekuensi. Ya biar yang dikatain gak marah dan terima-terima aja. Orang yang ini beda sama yang pertama. Dia sesungguhnya "bodo amat", cuma lebih halus. Melindungi imej diri sendiri aja.

Sampai sini orang mungkin bakal mikir "yailah kayak gitu aja dipikirin" atau "ya ampun kalau gitu susah dong ngomong bener dengan orang kayak kamu". Oh maaf. Salah satu kekurangan saya adalah saya terlalu sensitif. I'm an over thinker and what I think is mostly bad thoughts lol.

Back to topic. Bagi orang-orang sensitif yang punya mosi-tidak-percaya tinggi (misalnya gue wkwk), maka pilihan yang ada cuma dua: bodo-amat-kemudian-jauhin dan bodo-amat-oblivious. Iya. "Bodo amat" harusnya dibalas juga dengan "bodo amat". Kasarnya, kenapa capek-capek peduliin omongan orang yang jelas-jelas gak peduli dengan kita? They say "give and take". But we should choose whom we should give, right?

Pilihan pertama paling gampang. Gak menyenangkan, kasar, ya udah jauhin. Selesai. Tapi ternyata memutuskan silaturrahim gak segampang itu. Dosa pula. Sejahat apa seorang manusia sampai harus dijauhin bagaikan najis mughaladah? Kalau gak sejahat itu, mungkin kita harus pake pilihan ke dua.

Source.
Yup. Bodo-amat-oblivious. Sebetulnya saya gak terlalu paham arti kata "oblivious". Gampangnya adalah, kita tau kalau dia udah nyakitin kita, tapi kita lemparkan pikiran itu ke pikiran positif yang hampir bisa dibilang naif. Misal mendengar kata-kata "hehehe bercanda" setelah sebelumnya bilang "ah elu bego banget gini aja gak bisa". Langsung aja mikir. "Oh dia bilang gitu supaya kita gak sakit hati". "Oh dia memang bercanda". "Oh berarti gue harus belajar lebih banyak." "Oh dia cuma mendorong dengan cara yang unik dan sedikit jahat". Selesai. Berpahala pula. Yaiya kan husnudzon.

Namun oblivious itu ada batasnya sih. Kalau udah seratus kali digituin kayaknya susah banget deh mikir positif. Kita jadi mikir kan. Ni orang antara haters, nyinyiris atau kepoers-bertopengkan-fans, atau gue-nya yang kelewat sensitif? Introspeksi dong. Jelek punya sifat terlalu sensitif gitu (I knew it lol karena gue sering gitu hiks). Merasa seberharga apa seorang manusia sampai gampang banget sakit hati. Itu sebuah kesombongan lho. Kalau udah gitu maka jalan terbaik adalah bodo-amat-doang. Baik, jadikan masukan. Jelek, teliti dulu. Kalau bisa jadi baik, tetap jadikan masukan. Kalau udah jelek eh gak penting, abaikan aja.

*hening sebentar, meracaunya udah muter-muter*

Ah tapi ini penting. Menjurus bullying ya gak sih. Bisa mengikis rasa percaya diri sampai setipis-tipisnya jika gak bisa dibilang nol. Saya tau rasanya. Makanya selamatkan dirimu dari hal-hal "bodo amat" yang harusnya dibalas "bodo amat" juga.

Source.
Hmm. Gak perlu jadi anak presiden dulu untuk bisa ahli dalam mempraktekan jurus "bodo amat" ini. Tetaplah sibuk. Tetaplah husnudzon. Realitanya sebagian orang memang ingin melihat kita hancur. Tapi kita gak harus mewujudkan keinginan mereka kan? Stay strong. Doain mereka baik. Doain diri kita juga baik. Itu namanya berjiwa besar.