7.8.21

Setelahnya, Jarak Terjauh Adalah Waktu

Hampir setiap malam saat aku terbangun dini hari (atau tengah malam buta, sebenarnya) aku teringat dan khawatir tentang ibu. Sedang apa ibu di sana? Apakah ibu tersenyum? Apakah bahagia? Apakah wajahnya bersinar seperti terakhir kali kami melihatnya? Apakah ibu makan dan minum? Apakah Alloh menampakkan hal-hal yang baik kepadanya?

Ya. Soalnya aku percaya akan adanya kehidupan setelah mati. Di Islam kami menyebutnya alam barzakh (kubur). Dan ketika rindu, aku tentu harus menunggu adanya hari akhirat. Dalam hitungan waktu manusia,  ia terasa sangat jauh. Ada banyak tahapan menuju ke sana. Bahkan hasilnya belum tentu baik. Belum tentu sama untuk semua orang. Kini setelah meninggalnya ibu, aku sangat penasaran apakah kami akan bertemu lagi suatu saat nanti? Aku memang menantikan reuni dengan ibu. Tapi sekali lagi. Tahapannya masih banyak.

Untuk menuju ke sana pun, aku rasanya masih sangsi dan perbekalanku sangat minim. Aku masih suka buruk sangka pada orang-orang. Masih sering rewel dan menyebalkan, terutama kepada suamiku. Padahal saat menikah awal-awal, aku menganggapnya sebagai orang yang paling baik sedunia - agak mirip dewa penolong bahkan. Sekarang setelah ada anak, dan pikiranku sering kembali ke zaman saat aku lajang dan semua terasa lebih gampang (iya, itu sering terjadi di saat-saat tertentu seperti pandemi sialan ini), semuanya tampak salah. Padahal dia tetap sama baiknya - bahkan lebih, karena sabar dan menahan diri tiap kali berurusan denganku. Belum lagi kegemaranku akan ghibah - kadang menghasut? Suka kelepasan bicara kalau sudah tidak suka akan sesuatu. Mulut ini kadang ngomong tanpa rem - otak dan hati sering lupa berfungsi.

Ah.. bicara soal bekal untuk dibawa mati memang tidak akan selesai satu paragraf doang. Jadi mari kita hentikan dulu di sini.

Intinya saat ini dibilang move on pun aku masih belum. Setelah kejadian ini, aku tahu bahwa jarak terjauh bukan diukur dalam satuan panjang; melainkan waktu. Keberadaan ibu di dunia ini menjadi sesuatu yang rasanya jauh sekali. Aku tahu ia pernah ada. Tapi sangat jauh dan tidak mungkin kita kembali ke momen itu. Namun untuk bergerak maju rasanya masih menakutkan. Karena itu tadi. Untuk reuni dan bertemu, tahapannya masih banyak. Aku hanya bisa berharap dan berdo’a semoga kita dapat berjumpa kelak di Jannah-Nya, Bu. Aku tahu kini aku belum pantas. Tapi aku harus berusaha. Juga berupaya jadi anak sholehah yang membawamu ke sana - walaupun aku tahu amal baikmu banyak sekali.

Semoga Alloh Mudahkan selalu jalan ini, Bu.

Aku benar-benar ingin bertemu lagi denganmu di sana.  Dalam keadaan terbaik kita. Di episode penghujung hari akhir nanti. Amin.

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!