- Tidak ada tempat berbagi kerandoman dan keabsurdan. Misal betapa lucunya kucing gendut berbulu panjang yang kebetulan papasan di jalan. Atau membicarakan betapa anehnya pilihan busana seorang selebriti.
- Menghilangnya tempat membanggakan diri. Atau bragging. Dengan orang lain, kesombongan serupa tidak akan didukung ataupun dipuji. Mungkin mereka akan muak. Tidak ikut bangga seperti ibu.
- Melihat baju bagus di sebuah toko lalu menyadari betapa mahal - dan kemungkinan tidak pas ukurannya di badan - harganya. Biasanya aku akan langsung berpikir bahwa ibuku bisa menjahitkan sesuai seleraku - dengan ukuran yang selalu pas. Atau dilonggarkan sedikit dengan sengaja.
- Tidak mungkin bisa makan masakan rumahan yang enak yang rasanya nyaman seperti masa kecil. Ya gimana. Resepnya ‘kan cuma ibu yang tahu. Takarannya pun akan berbeda jika aku buat sendiri. Masakanku tak pernah lebih baik darinya.
- Makan bolu istimewa buatannya. Ibu pernah janji mau berbagi resepnya.
- Mengerti tentang makna dari berbagai kata atau kalimat bahasa Sunda yang jarang digunakan. Termasuk istilah babasan dan paribasa.
- Membaca puisi-puisi Sunda buatannya. Menjelang pindah, beliau menulis lebih sering. Jiwa melankolisnya menggebu. Selalu sedih tiap kali mengingatnya.
- Kehilangan satu orang yang akan selalu berkata “ya” saat kuajak bepergian ke manapun. Tak peduli betapa lelah atau kurang sehatnya ia.
- Kritik membangun yang sering disampaikan dengan cara nyelekit. Tapi semua benar pada akhirnya.
- Orang yang punya banyak pertanyaan dan tidak ragu belajar hal baru - terutama sosial media. Jika saat ini ibu berusia dua puluhan, mungkin beliau aktif di situ. Kepribadiannya memang sanguinis dan extrovert.
- Tidak seperti Raka, Ryu tidak kebagian merasakan eyong-eyong yang diiringi solawat dalam langgam Sunda-nya yang khas.
Dst.
Setahun engkau pergi. Keberadaanmu terasa semakin jauh. Namun kenangannya, aku berjanji, akan tetap lekat di hati cucu-cucumu ini.
No comments:
Post a Comment
WOW Thank you!