19.6.14

Para Pencuri Mimpi

Juni 2014

Pernah 'gak sih kamu punya teman, dan teman-temanmu itu, saking luar biasanya, bikin seolah-olah kamu ingin jadi dia?

Oke. Itu lebay. Mungkin 'gak sampe pengen jadi dia sih. Cuma pengen kelebihan-kelebihannya itu menular juga ke kamu. Oh enggak, bukan dengki kalau ini namanya. Murni iri, tapi mungkin irinya positif. Eh 'gak juga sih. Kalau sampai mengganggu pikiranmu, mungkin 'gak positif lagi. Ya ampun aku ngomong apa sih. (Maafkan ke-plin-plan-an hamba, pembaca).

Aku punya teman kayak gitu.

Saking inspiratifnya, aku 'gak mungkin 'gak iri sama dia. Bayangin! Mereka sudah mencuri mimpi-mimpiku!




***

Februari 2012
"Iya sista, tungguin aku pulang ya. Ntar aku pasti curhat lebih rame dari ini. Terus kita ngalay bareng, ke mana aja lah terserah kamu. Yang penting bareng, terus ngobrolnya harus banyak."
Perempuan di seberang telepon sana, Az yang memang sahabatku sejak SMA, tiba-tiba menghela nafas dan agak-agak menahan senyum mendengarnya.
"Emang kapan pulangnya, Dew?"
"Hmm 'gak tau sih. Balik dari Cepu ini mungkin April-an lah. Setelah itu aku mungkin curi-curi waktu weekend biar bisa mudik. Hehehe."
"April ya?"
"Kenapa sih? Ada yang mau kamu ceritakan kah?" 
"He.. ehm.. enggak sih.. sebenernya aku punya kabar baik." 
"Iih apa siih? Kasitau siih??"
"Aku mau nikah, Dew. Ini sudah dua bulan ta'aruf. Hehe."
Kaget, tapi seneng. Tapi kaget banget. Tapi juga seneng.
"Seriusan?? Sama siapa?? Kok baru ngasitau????"
Wajar sih aku baru dikasitau. Abisnya sudah sejak Desember 2011 itu aku menjalani pendidikan buat jadi karyawan di salah satu PT. Jadi, anggaplah aku sangat sibuk. Kemudian obrolan kami berlanjut dengan cekakak-cekikik ngobrolin calon suaminya sahabatku itu. Dalam hati aku 'gak bisa menyembunyikan kaget campur seneng ini. Sahabatku ini, umurnya cuma lebih muda sebulan dariku. Tapi dia mau nikah duluan. Di umur 22. Wow.

Agustus 2011

Dengan demikian setahun sudah aku menganggur. Ya ampun. Sarjana? Nganggur? 'Gak banget!! Selain dari bolak-balik ke Bandung buat bantuin salah seorang temannya profesorku untuk kelarin S3, dan *uhuk* jadi bounty hunter dadakan (ya..aku lumayan senang ikut macam-macam kompetisi yang ada hadiahnya), selebihnya aku hanya goler-goler di rumah. Dengerin musik, internetan, maen game, ke perpus buat nyari bacaan, dan sesekali ngeblog.

Bukan apa-apa sih. Waktu itu aku sangat berharap pada temannya profesorku ini. Alih-alih membantuku untuk kerja di sebuah PT yang beliau pernah pimpin, sebenarnya yang aku inginkan hanya agar dia membantuku supaya bisa S2 (membantu lewat apa? beasiswa donk..hehe). Ya..kalau 'gak di dalam negeri seperti UI misalnya, pengen ke Jepang lah (and it was my biggest dream!). Atau ke New Zealand! Obsesiku terhadap hal-hal fairy tale dan middle earth semacam The Lord Of The Rings atau Game Aveyond, juga pikiran dangkalku semacam "ah New Zealand kan gak se-HITS Inggris atau Aussie atau Jepang, mungkin aku yang biasa-biasa ini bisa lah ya kuliah di sana". Padahal New Zealand itu ternyata punya segambreng universitas yang keren.

Tapi itu gak pernah terucap olehku.

Tambah pahit ketika ternyata teman baikku sejak SMA, Chuwie, sudah beberapa bulan ini lanjut S2, ngambil master Pendidikan Kimia di salah satu universitas negeri di Bandung.

Mei 2011

"Kenapa kalian doank yang dipanggil ya? Aku kok enggak dipanggil lagi?"
Dian, teman dekatku sejak kuliah, yang juga apply dan sudah beberapa kali ikut beberapa tahap seleksi di PT itu, suatu hari merengek padaku. Waktu itu sudah tahap MCU dan dia berhenti di wawancara user. Belakangan ini dia juga sama sepertiku, rajin bolak-balik ke Bandung, bantu-bantu penelitian dosen, menunggu kepastian dapat kerja dan kepastian kuliah lagi (pilihannya cuma dua itu, karena buat nikah masih belum kepikiran!).
"Mungkin rejeki kamu itu S2 di Jepang atau Korea itulah Dian, makanya sekarang kayaknya susah banget dapat kerja itu ya mungkin memang harusnya kamu itu sekolah lagi."
"Aaamiin, Dew. Aaminn banget."
Dian dan aku tau kalau kata-kata itu cuma semacam pelipur lara belaka. Tapi boleh dong, berharap?

Mei 2012

Tiba-tiba newsfeed di FB memperlihatkan Dian, sedang berdiri di bawah pohon sakura. Tag dari foto itu bertuliskan "hanami". Dia beneran di Jepang! S2. Alhamdulillah. Dasar Dian, gak bilang-bilang segala. Huuh. Dan itu kan mimpi aku!

Mei 2014

"Dedew sampai kapan di Sumedang-nya?"
Aku memang suka males bales SMS. Jadi aku balesnya lamaaa banget pas udah agak malem.
"Bentar aja kok, Kamis udah ke Palembang lagi."
"Oh, iya ketemuan yuk. Aku insya Allah bulan Juli ntar berangkat ke New Zealand, dapet beasiswa S2 di sana."
Syok banget. Sumpah.
"Serius??? Kapan?? Selamat yaaa.. kok aku baru tau sekarang siih?"
Oke. Salah kalau aku nanya seperti itu. Dipikir-pikir sejak kerja ini aku jadi kurang peduli sama sekitarku. Aku punya sahabat-sahabat yang baik. Tapi kesibukan dan keegoisan (iya! Aku terlalu banyak berpikir betapa menyedihkannya hidupku yang merantau ini *ceilaa) ini membuat aku jadi jauh dengan teman-teman baikku sendiri. Aku ini kenapa??

***

Juni 2014

Sedih gak sih, punya teman-teman dekat yang mencuri mimpimu diam-diam? Misalnya, mimpi untuk nikah muda (asek..males sih bahas ini tapi sebenernya aku ingin nikah muda..sebelum aku jadi seperti sekarang ini lah hehe), mimpi untuk S2, mimpi untuk kuliah ke Jepang atau New Zealand, mimpi untuk.. ah terlalu banyak mimpi-mimpiku yang ternyata malah dialami teman-temanku. Dan aku hanya bisa menatap dalam diam, sementara inner Goddess dalam diriku berteriak lantang:

"HEI KAMUUUU BERSYUKUUURRR DOOOONKKK!!!!"

Iya. Aku bukanlah orang yang bisa cepat move on. Dalam hal apapun. Termasuk masalah mimpi-mimpi itu. Ketika aku analisis lagi, ternyata bedanya aku dan teman-temanku itu adalah, aku terlalu banyak bermimpi, tapi gak berani bangun dan berusaha mewujudkannya. Aku punya mental yang lemah. Aku gak pedulian, aku pemalas, juga sinis, mendekati jahat (halah).
Sumber: Komik Golongan Darah, FB.
Kalau masih gak yakin dengan betapa mencengangkannya usaha mereka dalam menggapai mimpi, boleh deh tengok blognya temenku yang satu ini. Subhanalloh banget dan jujur aja aku sampai nangis haru, berasa kalah banget dan berasa lemah banget dibandingkan dia yang pemberani dan punya energi positif. Kalau aku berpikir mereka sudah mencuri mimpiku, emang kenapa? Mereka itu berusaha. Aku sudah ngapain aja? (silent).

Pernah dengar soal Raeni? Anaknya pengayuh becak yang bisa kuliah S1 di salah satu perguruan tinggi di Jawa Tengah, namun bisa lulus gak nyampe 4 tahun, dengan IPK hampir 4 itu. Begitu lulus, langsung jadi obrolan di media dan alhamdulillah-nya, sampai dipanggil Presiden. Dapet beasiswa presiden. Ke luar negeri, WOW. Tapi yasudah, emang rejekinya. Walaupun masih banyak orang yang punya cerita yang lebih mengharukan daripada dia, tapi toh bukan itu masalahnya. Masalahnya bukan "kenapa harus dia" tapi apa yang ada di balik berita itu: "dia sudah ngapain aja sampai bisa begitu?" Tentu bukan karena diam saja 'kan dia bisa jadi begitu?

Sumber: The Jakarta Post.
Malu banget rasanya. Aku juga punya cerita sih, tapi kalah jauh dibanding orang-orang itu. Aku orang biasa, yang dengan segala keberuntungan yang disebut kehendak-Nya ini, seharusnya bersyukur dengan hidupku yang sekarang.

Dan tiba-tiba aku terhenyak.

Apakah aku juga, diam-diam sudah mencuri mimpi orang lain?

Sangat mungkin. Gak usah dibahas kenapa sih ya. Tapi sangat mungkin.

***

Manusia memang aneh. Daripada bersyukur, malah lebih banyak membandingkan diri dengan orang lain dan mempertanyakan kenapa dia begini, sementara saya begitu. Betapa naif. Termasuk saya!

Epilog

Jadi, iya, oke, aku punya teman-teman yang sudah mencuri mimpi-mimpiku. Tapi bukannya kesal, aku malah senang dan bangga. Senang rasanya punya teman-teman yang inspiratif, yang bisa saling mengingatkan di kala lupa, saling memotivasi dan saling membangun mimpi. Bukankah itu esensinya berteman? Rosul saja menganjurkan supaya kita memilih teman-teman yang baik. 

Alhamdulillah, rejekiku adalah memiliki teman-teman yang membanggakan seperti teman-temanku ini. Lagipula, mimpi tidak harus diraih sama diri sendiri. Mimpi, bisa diraih lewat perpanjangan tangan sahabatmu (ini berhubung aku belum punya anak sih..biasanya kan anak itu perpanjangan mimpi orang tua). Apa yang lebih menyenangkan dibandingkan ketika mimpimu diwujudkan sekaligus oleh beberapa orang? Berhenti deh berpikir "harusnya aku yang begitu!" Yee..kamu emangnya udah ngapain aja??

Sumber.
Keinget SMS-anku dengan salah seorang kawan, tentang realita vs idealisme.
"I need ur view, mana yang lebih baik, memilih idealis mengejar mimpi yang belum pasti, ato bersikap realistis menerima keadaan yang ada walau tidak memuaskan diri?"
"Saya tidak pernah sangat realistis ataupun idealis. Saya selalu milih di tengah-tengah. Pragmatis, kalau kata orang. Terima keadaan, tapi tetap berusaha mencapai mimpi. Kamu pikir kenapa saya tetep gini-gini aja sampai sekarang?"
"Gini-gini aja? Merendah nih?"
"Ya memang hidup saya gak ideal sih. Gak seideal yang saya pengen."
"Nah tu kan sudah terjadi. Di masa yang akan datang?"
"Diam-diam saya akan terus mengejar mimpi kok. :)"
Duuh. Betapa obrolan yang bikin saya mikir sampai sekarang (obviously, I'm an over thinker, too. I just don't show it off a lot). 

Halo! Dukungan orang tua juga penting lho. Sumber
Mudah-mudahan aku juga belum terlambat. Aku masih punya mimpi yang kalau bisa, ingin kuwujudkan sendiri. Dan semoga, jika mimpi itu baik, dan baik menurut Allah, mimpi itu akan segera terwujud dalam bentuk yang paling diridhoi-Nya. Asal jangan nyerah buat nyicilnya aja. Aamiin. :)

Jadi, kamu sudah nyicil mimpi sampai mana nih?

4 comments:

  1. jadi pengen curhat lagiii... jadinya diposting deh di blog.. hehe.. miss you dew :*

    ReplyDelete
  2. hmm ... satu lagi yang kurang yuk ... sudahkah mimpi-mimpi itu diperdengarkan dalam doa sehingga seluruh alam me-Aamiin-i nya

    ReplyDelete

WOW Thank you!