24.11.14

Tentang Pulang

Dua hari yang lalu saya baru saja pulang kampung. Saya baru aja menjadi tante-tante beneran. Iyes. Ponakan saya lahir beberapa hari yang lalu. Alhamdulillah.
Berhubung harga tiket yang direct Palembang-Bandung itu sekarang full terus (adanya yang harga di atas sejuta-an busettt), sekarang paling banter pulang ya naek pesawat yang ke Halim. Alhamdulillah sih waktu perjalanan pulang dari bandara ke rumah bisa direduksi sampai dengan 1 jam (ya lumayan sih sejam juga), dan biaya perjalanan mencakup pesawat Halim-travel-DAMRI-angkot masih lebih murah dibanding pesawat Husein-taksi-DAMRI-angkot. Hehe.
From Beautiful Decay Web.
Setiap pulang kampung saya sekarang merasa aneh aja gitu. Ya kangen sih dengan keluarga. Ya kangen sih dengan kucing-kucing saya (sekarang tinggal dua, yang dua lagi sudah meninggal hiks). Ya kangen juga dengan teman dan "teman". Tapi gak tau deh. Saya merasa beban aja setiap pulang. Hati ini gak tenang. Harus selalu terlihat "happy", harus terlihat gemuk, harus terlihat.. yaa terlihat seperti sesuatu yang bukan saya. Padahal semua orang tau kalau saya ini brooding. Hmm apa ya istilahnya. Kalau temen saya bilang sih "apa-apa dipikirin, apa-apa dimasalahin". Iya ya pantesan aja kurus kayak model size 0.

Teman saya gak banyak. Sangat sedikit yang bisa nyambung ngobrol ataupun secara interest. Kemarin saya sampai kebingungan mau ngajak siapa ke Pasar Seni ITB. Padahal itu event seni yang gede yang adanya cuma 4 tahun sekali. Mendadak semua orang tidak ada yang available. Sampai jam 11 malem saya masih nyari-nyari orang siapa tau aja ada yang bisa saya ajak tanpa dianggap ngasih kode (kalau itu cowok). Lagian kalau ngajak cowok kan gak bisa berdua doang cuy. Hmm. Mungkin sayanya juga sih yang ngajaknya ngedadak banget. Saya tau saya gak bisa egois. Toh sekarang dan dulu itu beda. Dunia saya beda, dunia mereka beda, pergaulan pun sudah beda.

Saya kan gak bisa menganggap semua orang harus ada saat saya pulang.

Sedih sih. Saya suka keinget nenek saya di rumah. Umurnya sudah 85-an. Teman-temannya yang seumuran sebagian besar sudah meninggal. Beliau juga sudah sakit-sakitan. Karena di rumah semuanya masih muda, dimana bapak-ibu saya baru berumur 50-an, terus adik saya masih 20-an (dan lebih sering di Bandung), kakak juga rumahnya kan udah lain. Nah siapa yang jadi teman bicara beliau? Sedih saya kalau memikirkan nenek saya. Suatu saat juga mungkin saya akan memasuki fase itu. Kadang saya jadi takut tua. Apa harus jadi vampir supaya tetap muda seratus tahun lagi? (eaa kebanyakan nonton film).

Baru kayak gini aja saya sudah merasa sedih ya.

Sedikit banyak saya jadi agak males pulang. Kerja dipindah-pindah terus, dan seribu alasan lainnya yang bisa banget saya keluhkan (namun cengeng semua) sehingga dunia saya menjadi aneh tingkat dewa. Di Palembang, saya suka pengen pulangke Sumedang. Sudah pulang, malah pengen balik lagi ke Palembang (atau ke manapun lah yang jauh). Maen ke Bandung atau Jakarta, dsb. Hingga saya gak tau lagi harus ke mana. Harus pulangkah?

Kemarin malam saya mecahin gelas lagi (sudah jadi hobby rupanya, mecahin gelas - mungkin biar ramai). Isinya aer panas. Sambil memandangi jari manis yang memerah (yang untungnya gak kena beling), saya sambil mikir. Ohiya. Ini sudah di Palembang lagi. Besok kerja lagi. Kayak robot.
Saya benar-benar harus memikirkan hal lain yang baru yang fresh yang out of the box apalah itu. Mungkin mulai mengerjakan proyek yang tertunda. Proyek mencicil mimpi. Hehe.
Duhai rutinitas. Betapa cepat saya anda buat bosan. Dan kini pulang pun sudah tidak bisa membunuh bosan.

Untuk apa pulang?

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!