Sebenernya aku gak begitu yakin mau nulis apa di sini. Tapi
berhubung aku sudah terlanjur menulis tentang OJT bagian I, maka rasanya akan
jomplang kalau tiba-tiba bagian ke-II ini hilang, karena sebentar lagi OJT III
malah sudah bakalan berakhir.
Jadi kenapa aku kurang excited di OJT II, karena bulan lalu
aku seperti lagi berada di titik terendah kehidupanku. (lebay, noted). Bayangin
aja, kakakku nikah dan aku gak bisa datang. Rasa sakitnya masih kerasa sampai
sekarang lho. Terus, aku juga kepentok masalah childish issue. Hmm sebenarnya,
jika moody dan uring-uringan adalah salah satu tanda ketidakdewasaan seseorang,
mungkin aku tidak akan pernah jadi dewasa, karena moody sudah mendarah daging
di tubuhku. Hehe. Udah gitu, karena suatu hal, aku dibilang “merajuk” sama
teman-temanku. Hmm gak baik loh tiba-tiba membuat kesimpulan subyektif begitu.
(sekarang kalian tau kenapa aku nulis tentang candy waktu itu). Entah ya,
ternyata berusaha dewasa itu sulit. Apalagi kalau kamu jadi yang paling muda
dan orang-orang gak yakin kamu bisa dewasa. Terlanjur ada cap “anak bawang” di
jidatmu gitu loh. Gimana rasanya?
Yaa..aku ini emang gampang marah, labil, blaming anything
easily (tapi dicatet ya, aku gak pernah nyalahin manusia lain kecuali aku
sendiri) tapi habis itu biasanya aku bakalan super ngerasa bersalah dan super
menyesal (ini sungguhan!). Dari sini rasanya aku bisa ngambil kesimpulan, kalau
ternyata, aku butuh managemen emosi.
Oke..that’s the intro. Maaf sudah menulis begitu banyak
keluhan. Padahal tujuan aku nulis blog ini bukan untuk menampung keluhan, tapi
untuk menuangkan ide. Sukur-sukur kalau bisa menginspirasi. (tapi kayaknya
belum kesampaian tuh). Hehehe
Jadi, di OJT II ini sebenernya aku ngerasa kurang
diperhatikan. Soalnya emang mentor kami lagi pada sibuk merealisasikan
peraturan presiden terkait suatu kebijakan. Jadinya ya kami sering ditinggal.
Tapi.. di balik semua itu, selalu ada sisi positif yang bisa kamu ambil.
Misalnya, bagaimana mempertahankan sikap positif dan proaktif ketika kamu
sedikit diabaikan. Atau tetap berusaha “berguna” apapun yang terjadi. Ternyata
sikap seperti itu sangat berguna loh. Entah kenapa di akhir-akhir bulan, pas
OJT-nya mau berakhir, kita malah jadi diberdayakan. Barangkali it takes time
buat seseorang menyadari manfaat yang bisa kita berikan. Atau malah kitanya
sendiri yang kurang berusaha keras untuk “terlihat”?
![]() |
Tempat-tempat seperti inilah yang kebanyakan kami singgahi saat OJT bulan ke-II. |
Hmm apa lagi ya. Kayaknya gak banyak yang bisa ditulis di
sini. Mungkin aku juga sudah lupa bulan kemarin ngapain aja? Hehe. Intinya,
ketika kamu memutuskan akan menjadi seorang “pekerja” maka kamu harus deal
dengan konsekuensi bahwa orang tidak akan memedulikan masalah apapun yang
terjadi di rumahmu sehingga kamu harus berusaha menyimpannya di dalam kantong,
sampai kamu punya ide untuk menyelesaikannya tanpa harus mengganggu kenyamanan
orang sekitar. What do you think?
Gile, belum punya suami aja udah punya masalah di rumah. Ckckkckkck
ReplyDeleteAku kurang setuju sama statemen terakhir. Masih ada kok teman kerja yg mau mendengar curhatan dan keluh kesah kita. Tentunya jangan curhat ketika kerja tetapi ketika istirahat atau makan siang bareng. Janganlah selalu merasa hidup sendirian.
untuk sebagian orang mungkin bisa pul, tapi kayaknya "pura-pura gak ada apa-apa" selama di kantor, menurutku tetep yang paling baik. :)
Delete