21.4.20

Memilih Kubu (Cerita Corona 2)

Yang paling rame gara-gara muculnya Covid-19 ini tentu saja.. grup-grup Whatsapp! Ha-ha. Tidak bisa dipungkiri, grup yang awalnya sepi-sepi saja, hanya membahas jokes-jokes (yang kadang) kadaluarsa atau konspirasi politik yang ketinggalan zaman, akhirnya dibombardir cerita tentang Corona. Tak ayal, semua orang yang merasa punya berita baru, buru-buru unjuk tulisan - sebenarnya, pesan terusan semua sih. Saya bukanlah peserta WAG yang aktif-aktif amat. Sehingga dapat mengobservasi trend yang muncul di kanal pesan ramai-ramai itu. Dan saya dapat simpulkan bahwa ada paling tidak tiga kubu dalam menanggapi cerita Corona ini.

Yang pertama adalah orang-orang yang panik. Saya masih ingat sekali. Ketika Covid-19 baru muncul di Wuhan akhir tahun lalu dan merembet ke negara-negara sekitarnya, walaupun di Indonesia belum ada yang kena, teman-teman saya banyak yang sudah mulai nyetok hand sanitizer, masker dan disinfektan. Katanya, barang-barang ini mulai langka. Tentu kelangkaan ini disebabkan oleh meningkat tajamnya permintaan pasar terhadap benda-benda tersebut. Saya dengar malah ada yang nimbun terus jual dengan harga se-Pluto segala (karena lebih tinggi dari Langit). Di sinilah kita jadi tahu, level humanity orang ada di mana? Menyelamatkan diri sendiri, tapi tidak peduli apa orang lain kebagian atau tidak. Huft.




Lalu iseng, saya cek ke Betamart* terdekat. Hmm. Di sini hand sanitizer masih ada banyak. Harga masih normal. Masker? Saya jarang keluar rumah dan memang sudah punya masker kain yang bisa dicuci ulang. Dulu sering pakai untuk keluar rumah pas naik Ojol. Disinfektan? Ah buat apaan. Pikir saya. Dan Covid-19 memang masih berputar-putar di negara lain. Belum terdengar di Indonesia. Sehingga sayapun saat itu masih berada di kubu kedua.



Kubu kedua ini yakni si santai. Ini sih antara memang tidak tahu, atau merasa dirinya sebangsa dengan Thor, Hercules dan semacamnya: anti penyakit, cenah. Tidak tahu, bisa diberitahu melalui edukasi. Hari gini siapa yang tidak nonton TV atau pegang smart phoneLah kalau Thor dan Hercules? Mending suruh balik Valhala ajalah kalau gitu (maaf, ngawur ho-ho). Ketika Covid-19 mulai masuk Indonesia, kesantuyan ini jadi tampak menyebalkan. Gimana enggak, orang-orang sibuk “menyelamatkan diri” dan dia santai sekali. Kalau santainya tidak memudhorotkan orang lain ya sudah lah yaa. Namun kabarnya, perilaku ini cukup menjerumuskan. 
Semacam, orang yang sangat berhati-hati sekalipun dapat tertular covid-19 akibat orang lain yang terlalu santai.

Sebetulnya Indonesia yang terlambat ambil start terjangkiti Covid-19 ini termasuk beruntung. Kita akhirnya dapat belajar dari pengalaman negara lain. Tahu, dong, bagaimana korban Covid-19 di sebuah negara di Eropa membludak karena abai dengan pesan pencegahan dan penularan virus. Santai pisan, lah. Setelah korban berjatuhan, jadi pusing sendiri karena Covid-19 tidaklah main-main dampaknya. Supaya tidak seperti itu, makanya sebaiknya kita masuk ke tengah-tengah saja: kubu waspada. Anti panik tapi juga tidak santai apalagi abai.

Cara paling mudah, salah satunya dengan setop menyebar hoax. Kita tidak perlu menikmati “hidangan” berita yang belum jelas juntrungannya. Kecuali ada press release resmi tentangnya (sampai bosen kali ya, lihat Bapak Akhmad Yurianto di TV hehe). Karena hoax dapat menjadi sumber kepanikan ataupun ke-over-santuy-an nomor satu. Dapat berita hoax tentang senjata pemusnah masal misalnya, jadi kubu panik. Dapat berita hoax tentang mengabaikan larangan ta’lim rame-rame, jadi kubu santai.

Yah. Akhirnya semua memang akan menjadi qodarulloh sih. Tapi ikhtiar kan sudah jadi sunatulloh. Bismillah. Yuk, gabung ke kubu waspada saja lah. Jangan lupa tawakal.

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!