24.4.20

Social Distancing, Before It Was Cool (Cerita Corona 5)

If you read “me” since a couple years ago, you’d know that I’ve been keeping my distance with society in general. Also since.. I don’t know, after I became Mrs. Darcy perhaps? Hehe. Karena teman-teman kantor saya kebanyakan lelaki. Lama-lama risih juga kalau masih akrab-tak-penting dengan mereka. Walaupun hanya sekedar makan bareng. Kalau ramean sih mending. Atau berbumbu urusan kerjaan. Namun beberapa pengalaman & observasi masih membekas di ingatan hingga salah satu cara surviving marriage yaaa mungkin dengan menerapkan nizhoma ijtima’il fil Islam (tentang ini, sudah saya post di Instagram). Ya karena saya memang Muslim dan well, it’s pretty much social distancing for me. With men in general. Dan jadilah saya sudah beberapa tahun ini sering makan dan ke mana-mana sendirian. Ekstrem kah? Tidak juga.

Lebih ekstrem kalau mikirin akibatnya sih. Dan bukan sekedar karena “terganggu” dengan filem-filem Suara Hati Istri atau the World of the Married (hahah). Melainkan karena terasa lebih menenangkan saja.



Dan saya juga lebih banyak di rumah pasca resign. Sesekali keluar rumah dengan beberapa kesibukan (non pekerjaan). Kadang suntuk. Tapi dasar orang rumahan dan kaum rebahan. Saya baik-baik saja dengan itu. Rasanya saya sudah berlatih social distancing sejak lama. Makanya pas himbauan #dirumahsaja digaungkan, saya mah tidak terlalu merasakan bedanya. Hi-hi.

Paling-paling jarak dengan orang tua saja. Lima bulan sempat tinggal bareng mereka. Kembali merajut kedekatan yang sempat hilang saat saya wara-wiri bekerja di luar kota. Ketika akhirnya saya kembali ikut Mr. Darcy ke mana saja, saya jadi tidak bebas lagi menemui mereka. Terlebih dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak 22 April silam.

Huft. Hari ini malah hari pertama Ramadhan 1441 H. Sungguh akan menjadi hari yang spesial dibanding tahun-tahun sebelumnya. Biasanya kita menganggap segala bentuk ibadah massal sebagai hal yang lumrah ada. Taken for granted. Sekarang setelah semua direnggut, dibatasi, kita baru merasa kehilangan.
Sama halnya dengan social distancing bagi praktisi (elah!) social distancing sebelum Covid-19 seperti saya. Adakah rasa kehilangan sekarang? Saya iya. Semacam, dulu social distancing karena pilihan sendiri. Sekarang, karena tidak punya pilihan. Dan tidak punya pilihan adalah hal paling menyebalkan menurut saya.

Spesial untuk penggiat social distancing tanpa uzur seperti saya, lepas dunia selesai dengan Covid-19, mungkin bucket list-nya adalah memperbanyak silaturahim antar sesama. Hehe. Paling dekat ya dengan keluarga dan tetangga.

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!