7.1.16

Balada Tukang Komplain

Mungkin tidak banyak yang tau kalau saya tidak hanya hobby komplain di blog saja tetapi juga di dunia nyata. I know, bad habit sih tapi gimana lagi. Hmm tapi saya punya pembelaan diri. Satu, saya emang hobby mempertanyakan apa saja yang menurut saya gak sesuai. Dua, saya gampang "keganggu" sama tingkah aneh orang atau lembaga. Padahal sesungguhnya saya sendiri pun tidaklah sempurna. Teman saya kadang suka marahin saya kalau sudah ada tanda-tanda saya akan komplain haha. Karena tidak semua komplain itu harus dikeluarkan, betul? Pikir aja, kalau semua kelakuan kamu di-komplain orang emangnya bakal enak gitu? Apalagi kalau komplain-nya tidak membangun. Duh..

Si Tukang Komplain. Eh enggak, ini Otani Atsushi sih tapi mimik mukanya pas aja sebagai ilustrasi hehe.
Tapi saya gak pernah parah sih kalau komplain (kayaknya). Karena setelah komplain biasanya saya merasa bersalah hehe. Sempet saya ngobrol dan kenal dengan beberapa orang teman sesama tukang komplain yang bahkan lebih parah. Kadang ada rasa "bangga" bisa komplain dan komplain-annya dipeduliin gitu. Sesederhana ada laler di dalem makanan terus minta diganti dengan makanan baru. Kan itu bisa dibilang keberhasilan komplain. Jadi sebenernya komplain adalah "usaha menuntut hak" yang biasanya diawali dengan perdebatan. Yang menang hak-nya akan terpenuhi dan yang kalah harus minta maaf. Sadis ya!

Tapi coba kita analisis sedikit soal kebiasaan komplain ini. Tentunya pake gaya saya hehe.

Kasus 1: Pramugari.

Saya pernah kesel sama pramugari karena seat saya ditempatin orang lain. Jadi waktu itu ada seat ganda gitu. Otomatis saya dan bapak-bapak itu rebutan kursi. Karena bapak-bapak itu punya power yang lebih gede, dia menang. Pramugarinya juga gak belain saya, malah saya disuruh nunggu gitu. Kesel lah, gimana coba kalau semua seat penuh? Masa saya mau berdiri di dalam pesawat :( Saya sempet mau marah tapi kalau dipikir-pikir emangnya itu salah pramugari? Kan yang ngatur seat bukan dia tapi orang di counter check in. Hayoh.. Mau komplain ke orang counter udah 'gak mungkin karena sudah di dalem pesawat. Alhamdulillah cuma sampe situ doang. Intinya saya gak komplain sih hehe.

6.1.16

Ke Maribaya Bersama Teman Sebaya

On the second day of 2016 I have the opportunity to visit Maribaya in Lembang, Bandung. Saya berangkat bertiga bareng teman kuliah saya: Riani dan Dian (mereka bilang namanya gak usah disamarin hihihi) sekalian mengisi waktu cuti panjang kemarin. Sebenernya kami bertiga memang sering banget bikin wacana jalan. Dari eksplorasi the new Jatinangor (yang akhirnya gak jadi) sampe Bromo Trip (yang juga belum tau jadi apa enggak hehe), kami rajin banget mention-mention-an di IG kalau ada tempat yang kayaknya bakalan bisa dikunjungi banget. Dan kemaren akhirnya satu wacana telah terealisasi: MARIBAYA.

Penampakan bagian depan Maribaya Natural Hot Spring Resort.
Lembang itu memang destinasi favorit banget kalau wiken karena sekarang banyak tempat baru dibuka. Walaupun mungkin sama aja ya, daerah-daerah gunung gitu, dingin, jauh, desa, tentram, dan macet! Kelemahannya macet itu aja sih haha. Tapi tenang. Karena Maribaya belum HITS banget, jadi kemacetan hanya berlangsung sebentar saja. Alasan macet juga yang membuat kami memutuskan untuk berangkat pagi-pagi sekitar jam 7. Kami berangkat dari rumahnya Riani di daerah Cimahi Selatan bawa mobil disetirin sama Riani. Tapi macet memang gak bisa dihindari. Dua jam perjalanan kami habiskan karena macet tersebut. Alhamdulillah, macetnya cuma sampe Farm House (yang sekarang lagi IN banget). Selebihnya aman! Tapi jauh banget hehe.

5.1.16

"Wanita Masa Kini"

"Gila deh, kenapa wanita di Indonesia ini keliatan aneh banget kalau jalan di mall atau nongkrong di kafe sendirian? Coba liat di luar negeri, wanita masa kini mah jalan sendirian bodo amat sama pendapat orang."
Kalimat itu terlontar dari mulut seorang mahasiswi yang lagi stress skripsian, didengar oleh beberapa teman sejawat dan senior di lab pada suatu sore yang melelahkan di tahun 2010. Lha cewek ini abisnya malah belum pernah ke luar negeri dan memang baru banget baca artikel tentang bedanya perempuan Indonesia vs perempuan moderen di luar negeri. Sejak saat itu selama beberapa minggu, si mahasiswi sotoy dijuluki "wanita masa kini". Oke, sarkasme banget :(

***


Sejak duluuuu banget. Sejak saya banyak memutuskan mengambil jalan sendirian, saya jadi banyak mikir kalau saya harus independen se-independen-independen-nya. Jadi kalau bisa sendiri, ya sendiri aja. Misal, karena temen-temen waktu SMP lelet-lelet, maka saya berangkat sekolah sendirian dan selalu lebih pagi dari mereka supaya gak telat masuk. Motivasinya satu aja: gak mau merepotkan orang dan gak mau ikut-ikut orang. Semacam hipster (ceilah).

Kemudian saya pun bertambah tua. Tuntutan untuk serba-bisa-sendiri menjadi kian meningkat. Saya lama-lama jadi sadar kalau serba-bisa-sendiri ternyata makin merepotkan. Lha iya. Salah satu faktor adalah saya gak bisa ke mana-mana sendirian menggunakan sepasang kaki saja. Jujur ya. Di tempat saya tinggal sampai kuliah (Sumedang dan Bandung), sepasang kaki saja cukup. Kalau perlu, masih ada angkot, bis, ojek dan lain-lain yang memudahkan aktivitas berpindah-pindah saya. Hampir semua tempat dilalui angkot atau bis sehingga saya gak pernah kesulitan ke mana-mana sendiri. Termasuk malem-malem.

Orang tua termasuk protektif dan saya juga bukan tipe yang punya kemauan kuat untuk bisa melakukan sesuatu yang saya gak perlu bisa atau mau bisa. Yah misalnya bisa sepeda motor atau mobil gitu. Angkot banyak. Taksi/ ojek ada (kalau kepepet). Gitu pikir saya.

Sampai akhirnya saya jadi pengembara (glekk).

4.1.16

Hanya Angka

Jadi sebenernya saya lagi belajar supaya tidak terlalu mempedulikan yang namanya "HUT" atau apalah (walaupun sebenernya saya observasi juga sih terhadap lingkungan sekitar hehe). Semakin tua, yang namanya HUT ini menjadi semakin 'gak ada artinya. Di awal 2016 saya sempat jalan-jalan di kawasan Kota Bandung dan memperhatikan ibu-ibu yang ultah ke-61-nya sedang dirayakan di caffe yang saya sambangi bersama teman-teman. Saya tertegun waktu itu. Apakah ibu itu selama 61 kali setiap tahun dalam hidupnya mengalami perayaan-perayaan seperti itu? Karena sudah terbiasa, barangkali apabila perayaan tersebut tidak muncul, dia akan kecewa kali ya.

Tapi ya sudah. Saya kan bukan dia he hehe.


Dua enam.

Usia dimana saya akan mulai mengatakan bahwa "umur itu hanya angka". Saya sekali lagi 'gak akan menuliskan resolusi apalah. Saya mau hidup lebih spontan. Rencana besar pasti punya dong. Tapi kali ini biarkan Dia yang mengarahkan. Ya selama ini juga sih. Cuma porsi saya kayaknya terlalu besar dan terlalu "sok tau". Saya yang harus lebih paham dan berserah diri. Semoga do'a-do'a yang setiap tanggal tiga di bulan satu yang menghampiri inbox, wall, line, BBM, dsb. itu dikabulkan (thanks pemirsa!). Insya Allah, do'a yang baik akan kembali pada yang mendo'akan. Aamiin.

Alhamdulillah masih ada kesempatan hidup dan memperbaiki banyak hal (atas izin-Nya). Semoga mampu, semoga sabar, semoga lebih bijak. Ya sudah gitu aja. HBD to me. Biasa aja ding.