17.1.16

Tausiyah Cinta dan Teori Telapak Hati


Tadi saya abis nonton Tausiyah Cinta. Sendiri (oke sebenernya ini gak usah disebut). Udah lama banget sih pengen nonton ini. Alesannya macem-macem. Bagi yang pernah nonton Cinta Shubuh mungkin udah antisipasi juga yah karena orang-orang di dalamnya ada di situ juga. Terus yah udah lama sih gak nonton film religi yang insya Allah banyak hikmahnya gitu. Surga Yang Tak Dirindukan pun hanya sebatas dirindukan karena terus-terusan menunda nonton dan akhirnya tidak nonton hihi.

Telapak itu menggenggam cinta.
Terus gimana kesan-kesannya? Uhmmm acting-nya yah jangan diharepin sekelas sama aktor/aktris profesional (eh, senior) dong karena jelas beda banget. Tapi ada Irwansyah dan Meyda Sefira sebagai cameo serta Mbak Peggy Melati Sukma sebagai emaknya si tokoh utama jadi lumayan juga. Segi ceritanya? Jujur ceritanya agak loncat-loncat sih. Saya sampe bingung ini tokoh utamanya yang mana? Alurnya ke mana? Tapi memang ada juga kan film yang kayak gitu. Seolah satu tokoh dan lainnya gak ada hubungan tapi ternyata semua berkaitan walaupun subtle.

Tapiiii... serius ini bagus buat ditonton. Kayaknya dibikin emang buat dakwah dan banyak banget lantunan ayat suci Al-Qur'an di film ini (banyak adegan ngaji dan muroja'ah, istilahnya dakwah "hard selling"). Semoga tujuan yang bikin film tercapai sih. Gak rugi nontonnya walaupun kurang greget (asli kurang greget ciin). Yah nonton aja deh karena saya gak pengen review (kalau mau ada di sini). Yang jelas ada beberapa kata-kata yang bikin baper hihi. Saya selip-selipin di postingan ini deh. Btw soundtrack-nya enak-enak juga.
Azka: "Gue masih gak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan kenapa Allah membuat gue ****? Kenapa Allah mengambil **** gue?"
Lefan: "Sombong lo, Az! Apakah lo merasa segitu sholeh-nya sampe-sampe merasa tidak pantas diuji oleh Allah?"
Azka: "Astaghfirullooooh" (disensor soalnya spoiler hehe).
Alangkah indahnya persahabatan itu. Yang mengajak pada kebaikan dan saling mengingatkan untuk menjauhi maksiat. Kenapa masih mempertanyakan "hubungan palsu" atau apalah namanya? Hey. Urusan hati urusan dia dan Allah. Palsu atau tidak, berhak-kah kamu memutuskan?

Salah satu sahabat saya ada yang keras banget kalau nasihatin saya. Tentunya keras di sini tidak sama dengan memaki atau menggunakan bahasa kasar yang gak pantes dilontarkan, akan tetapi kayak cuplikan dialog Azka dan Lefan. Alhamdulillah, saya bersyukur sudah mengenal dia. Kami bersahabat sejak SMA dan masih sampe sekarang. Kadang ada hal yang gak bisa di-share sama orang tua. Sama dialah akhirnya saya bisa bicara dari hati ke hati. Termasuk urusan hati.

Sumber.
Di saat yang lain, sahabat yang lain pernah memberitau saya tentang perbandingan hati dan telapak tangan.

Analogikan hati itu seperti tangan. Ada telapak, ada lima jari. Telapak adalah porsi terbesar dimana di dalamnya adalah "seseorang" (pasangan, gebetan, mantan -eaa). Jari adalah orang-orang lainnya: keluarga, teman, dsb. Ketika telapak rusak, misal pasangan meninggal, maka ia tidak bisa dibiarkan kosong. Bahkan manusia-manusia seporsi jari tangan pun tidak bisa menggantikannya karena bagaimanapun peran mereka berbeda. Lalu harus ke mana? Kosongnya telapak hati tidak semudah itu diganti. Karenanya, isilah ia dengan Ia. Kedengeran teori tapi emang bener. Ini gak mustahil.
Azka: "Kalau Allah membuatmu lelah dengan makhluk-Nya, bisa jadi Ia sedang membuka pintu kemesraan dengan-Nya. Jumpai Allah di setiap solatmu."

Begitu akrabnya dengan teman dan orang-orang lainnya, lantas bagaimana dengan orang tua?

Sumber.
Teringat juga betapa jarangnya saya menghubungi orang tua bahkan untuk sekedar memberi kabar. Pernah, sebulan tidak ada kabar. Bukannya saya gak mau. Tapi kadang hati dan pikiran ini terlalu bergemuruh sehingga akan fatal bila hal itu sampai kepada orang tua saya. Kasihan. Memikirkan saya merantau saja mereka sudah cukup sedih, bagaimana mereka harus memikirkan hati dan pikiran anaknya yang terus-terusan gundah?
Alfian: "Umur orang tua kita belum tentu lebih panjang dibanding umur sibuk kita."

Sedih. Ada banyak cerita di balik kegundahan itu yang sangat tidak bisa diungkapkan pada orang tua (dan saya bahkan gak mau orang tua baca blog ini wwkwk walaupun pernah dibocorin sama adik saya - idih kan gueh malu). Ada banyak hal yang harus diperbaiki tentang pandangan saya terhadap persoalan hidup. Pelan-pelan saya sedang berusaha mencari dan terus mencari.
Ren: (melihat Alfian sedang muroja'ah hapalan Qur'an, berkata pada adiknya): "Tuh dek, tampan itu berdurasi, kalau Al-Qur'an menyejukkan hati."

Sumber.
Dan tentang ibu, saya gak pernah ngobrol serius dengan beliau. Karena kalau ngobrol serius bawaannya mau nangis. Mau diskusi selalu gak jadi. Mau minta pencerahan selalu batal. Kemudian mendung lagi dan hujan lagi pada akhirnya. Padahal sebenernya lebih baik curhat kepada orang tua atau saudara. Mereka gak akan ke mana-mana. Gak akan pergi dan kita gak akan menyesal setelah membocorkan banyak hal. Ya kan?
"Eneng tos dewasa ayeuna mah neng, bari masih gegeremean ge da benten tina cariosana ge. Hehe" - Ibu. Arti: "Kamu udah dewasa sekarang, walaupun masih rempong tapi dari cara ngomong aja udah beda." (teleponan dengan Ibu gueh ehehe. Terus gueh langsung bercucuran air mata terharu T_T).
Sumber.
Logika saya pernah terganggu. Hati apalagi. Na'udzubillah :( Tapi saya gak nyesel. Ada hikmahnya, dan memang gak jelek semua. Allah bilang semua manusia akan diuji (QS Al Ankabuut 29:2-3). Harus ikhlas. Ikhlas adalah kata kerja. Maka butuh "kerja" (yang keras) untuk melaksanakannya, bukan cuma berwacana dan berwacana (lah ini juga wacana -_-).

Cinta itu baik dan bisa bikin bahagia kalau ditempatkan pada ranah yang tepat. Tausiyah Cinta membawa misi itu. Manusia biasa adanya di jari. Telapak adalah milik-Nya. Ketika "manusia khusus" yang seharusnya mengisi telapak pada akhirnya datang, ia akan mengisi seperti bola mengisi ember. Tidak penuh. Ibadah, mengingat-Nya, akan mengisinya bagai pasir dan air di sekeliling bola itu, sebagai cara supaya ia penuh. Insya Allah.
Bagaimana menjelaskan rindu kepada seseorang, yang entah siapa dan di mana saat ini. Untukmu yang jauh di sana. Terkadang mata ini iri kepada hati. Karena kau ada di hatiku, namun tak tampak di mata. - Lefan, suatu malam. (Lengkap)

No comments:

Post a Comment

WOW Thank you!